Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Menziarahi Pusara Sunan Boto Putih di Surabaya

Diperbarui: 26 Agustus 2018   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu view di kompleks makam Sunan Boto Putih (dok.pri)

Selama ini saya atau mungkin sebagian warga Surabaya lainnya mengira kalau pejuang Islam atau waliyullah di daerah Surabaya itu hanyalah Sunan Ampel. 

Jadi setiap kali menziarahi pusara kompleks Sunan Ampel melalui Jalan Sasak lewat Gang Ampel Suci, pikiran saya hanya tertuju di kawasan itu. 

Belakangan saya baru tahu kalau di dekat kompleks pusara Sunan Ampel itu juga terdapat kompleks makam tua nan bersejarah lainnya dan itu saya jumpai ketika mengunjungi kawasan wisata religi Ampel dari jalan masuk lainnya, dalam hal ini melalui Jalan KH. Mas Mansyur (Gang Ampel Maghfur) yang berseberangan dengan Jalan Pegirian di mana kompleks makam tua yang saya maksud berada.

Gapura masuk kompleks makam Pangeran Lanang Dangiran (dok.pri)

Di dalam kompleks pekuburan tua di kawasan Jalan Pegirian Surabaya itu kita temukan banyak batu nisan pejuang Islam / bangsawan / adipati salah satunya makam milik Kyai Ageng Brondong atau Pangeran Lanang Dangiran atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Boto Putih karena memang pusara beliau berada di kawasan Boto Putih, Pegirian Surabaya.

Sebelum masuk ke dalam kompleks makam, persis di sebelah kanan gerbang masuk terlihat langgar wakaf yang megah dengan arsitektur yang menarik. Langgar berukuran besar layaknya masjid itu berwarna coklat tua kemerahan dan bisa menjadi penanda kalau di situlah kompleks pusara para leluhur atau adipati surabaya berada. 

Gerbang masuk makam bertuliskan Pesarean Agung Sentono Boto Putih (pesarean = peristirahatan terakhir, agung = megah, sentono = tempat, boto putih = batu bata berwarna putih) juga berwarna coklat tua kemerahan. 

Pusara Sultan Banten terakhir yang disemayamkan di makam Boto Putih (dok.pri)

Setelah melangkahkan kaki sejauh dua atau tiga puluh langkah di jalan yang berpaving rapi dari gerbang utama, kita memasuki gerbang (gapura) yang lebih kecil dicat berwarna abu-abu tua di bagian atasnya bertuliskan Kyai Ageng Brondong Sunan Boto Putih. 

Pada salah satu sisi tembok gerbang kecil itu dipasang plat penanda kalau kompleks pusara itu masuk dalam daftar bangunan cagar budaya Kota Surabaya bersama ratusan bangunan cagar budaya lainnya.

Plat prasasti cagar budaya dari pemkot Surabaya (dok.pri)

Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (disbudpar) menetapkan kompleks Makam Boto Putih yang merupakan pekuburan para leluhur / adipati Surabaya sebagai bangunan cagar budaya sesuai surat keputusan  walikota nomer 188.45/251/402.1.04/1996/51 tertanggal 26 September 1996.

Kompleks makam bersejarah Boto Putih di Jalan Pegirian 176 Surabaya terbagi menjadi 2 kelompok. Makam-makam yang ditempatkan di bagian depan dinamakan kanoman (anom = muda / generasi baru) yang merupakan anak-cucu keturunan Sunan Boto Putih. Sedangkan makam Sunan Boto Putih dan para leluhur lainnya masuk kelompok kesepuhan (sepuh = tua /generasi tua)

Kalau kita perhatikan, kompleks makam Boto Putih itu tidak hanya menjadi peristirahatan terakhir Sunan Boto Putih dan para adipati Surabaya serta keturunannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline