Pada kesempatan sebelumnya saya pernah mengatakan kalau di dalam kompleks Monumen Tugu Pahlawan juga terdapat sebuah museum yang setidaknya menjadi rekam jejak pertempuran di Surabaya.
Sayangnya tidak banyak pengunjung kompleks Monumen Tugu Pahlawan Surabaya yang tergerak hatinya hingga bersedia mendatangi museum itu. Mungkin mereka berpikir kalau museum itu hanya cocok untuk anak-anak sekolah atau kuliahan saja.
Mungkin sebagian dari mereka juga menganggap kalau museum itu tempat yang kurang menarik bahkan membosankan karena pengunjungnya hanya menyaksikan (menikmati) benda-benda kuno. Apalagi bila museum tadi penataannya kurang pas.
Terlepas apakah benda-benda yang menjadi koleksi Museum Tugu Pahlawan atau Museum Sepuluh November itu sudah ditata secara apik atau belum, setiap pengunjung tentu mempunyai penilaian yang berbeda-beda.
Secara pribadi saya menjadikan semua museum baik yang sudah pernah saya datangi atau belum, tak terkecuali Museum Sepuluh November Surabaya bukan hanya sebagai objek destinasi (wisata) semata karena sejatinya destinasi itu tak terbatas pada pantai, laut, gunung atau panorama alam lainnya namun juga sebagai objek wisata sejarah yang sangat bermanfaat (mengedukasi) karena menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Seolah larut dalam peristiwa 10 November 1945
Negara dan Bangsa Indonesia menganugerahkan gelar kota pahlawan untuk Kota Surabaya karena kota berlambang ikan hiu (sura) dan buaya (baya = boyo) itu pernah menjadi ajang pertempuran dahsyat antara Arek-arek Suroboyo (warga Surabaya) dengan Inggris dan sekutunya.
Pertempuran dahsyat di Surabaya yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 itu tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pertempuran terdahsyat sepanjang sejarah dunia.
Tidak sedikit nyawa dari pihak rakyat Surabaya gugur membela bangsa dan negara. Kabarnya mencapai puluhan (20.000) hingga ratusan ribu (300.000) jiwa yang gugur di medan perang. Kota Surabaya sempat dikabarkan sebagai kota mati paska pertempuran sengit itu.
Sebelum peristiwa heroik 10 November 1945 yang sangat dahsyat itu, warga Surabaya sempat terlibat konfrontasi dengan pihak Inggris dan sekutunya. Beberapa diantaranya adalah insiden penyobekan bendera Belanda di atas Hotel Oranye (Hotel Yamato) yang terjadi pada 19 September 1945.
Setelah insiden penyobekan bendera, suasana Surabaya masih memanas, beberapa hari setelah tentara sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mendarat, tanggal 30 Oktober 1945 meletuslah pertempuran di kawasan depan Gedung Internatio Jembatan Merah Surabaya hingga menewaskan Jendral AWS Mallaby.