Lima tahun yang lalu, tepatnya 28 April 2013 untuk pertama kalinya saya mengunjungi lokasi Prasasti Airlangga yang terletak di Desa Klagen, Tropodo -- Krian, Sidoarjo-Jawa Timur.
Tanggal 5 Juni 2017 untuk yang kedua kalinya saya menyempatkan diri menyambangi kembali lokasi berdirinya Prasasti Airlangga, yakni sebuah lempengan batu andesit yang bertuliskan huruf Jawa kuno.
Setahun kemudian, persisnya tanggal 6 April 2018 untuk ketiga kalinya saya mendatangi kembali warisan Raja Airlangga yang berlokasi di Desa Klagen, Sidoarjo itu.
Berbeda dengan dua candi yang pernah saya kunjungi sebelumnya yakni Candi Watoe Toelis (Watu Tulis) dan Candi Dermo, setelah lima tahun berlalu, kedua candi ini masih tersentuh upaya renovasi.
Meski kondisi fisik Candi Watu Tulis masih tetap merana karena sama sekali belum ada upaya rekonstruksi namun setidaknya jalan menuju situs yang diperkirakan merupakan warisan Kerajaan Kahuripan itu sudah mulai dilebarkan dan dilakukan pemavingan.
Sementara Prasasti Airlangga kondisinya masih tetap seperti lima tahun lalu.
Bahkan bangunan rumah warga desa yang ada di dekatnya juga masih sama seperti ketika saya berkunjung ke wilayah itu lima tahun silam.
Sebagai orang awam yang kebetulan suka sejarah, saya melihat Prasasti Airlangga ini harusnya tak terbengkalai seperti itu. Setidaknya mengundang perhatian masyarakat luas karena dilengkapi papan nama yang jelas.
Dari jalan besar Krian, keberadaan situs warisan Airlangga ini juga jarang diketahui orang. Alangkah baiknya jika dibuatkan papan yang berisi petunjuk arah kalau di daerah Klagen Krian, Sidoarjo-Jatim itu terdapat situs bersejarah yang sangat penting, yang sangat berguna sebagai bahan belajar generasi.
Masyarakat awam tak terkecuali saya tentu merasa kesulitan memahami apa sih sebenarnya isi Prasasti Airlangga itu. Apakah tidak sebaiknya pemerintah membuatkan brosur atau papan yang tahan karat yang dipasang dekat lokasi situs yang menjelaskan isi prasasti itu.
Sehingga masyarakat awam dengan mudah memahami isi prasasti dan tidak malah sebaliknya, menganggap situs Airlangga itu hanyalah sebongkah batu yang sama sekali tak berguna.