Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Raden Santri, Kemuning Keramat dan Kisah Para Pengikut Setianya

Diperbarui: 7 Mei 2018   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Papan nama Raden Santri (dok.pri)

Tak ingin perjalanan saya sia-sia (kurang maksimal) gegara cuma mengambil "akte kelahiran" yang sudah jadi di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DispendukCapil) yang berlokasi di sebelah utara alun-alun Kota Gresik, ibarat peribahasa "Sekali dayung dua, tiga pulau terlampaui", maka kesempatan yang ada saya manfaatkan untuk menyusuri jejak-jejak bersejarah di kota santri itu.

Hari masih pagi ketika saya meninggalkan kantor Dispenduk yang berjarak kira-kira 42 kilometer dari kediaman kami yang berada di pinggiran Kota Gresik.

Gerbang masuk pusara (dok.pri)

Beberapa ratus meter sebelah utara kantor Dispenduk Gresik terdapat kuburan tua yang merupakan pusara Raden Santri atau yang bernama lain Sayyid Ali Murtadlo. Beliau adalah kakak kandung Sunan Ampel atau yang punya nama lain Raden Rahmat.

Pagi itu (04/05/2018) suasana di kompleks makam Raden Santri masih tampak sepi. Setelah memarkir kendaraan di halaman depan, sayapun bergegas menuju ke lokasi makam. Saat hendak menuju gerbang makam itulah tiba-tiba saya dikejutkan oleh kehadiran seorang perempuan tua yang belakangan saya ketahui sebagai istri sang juru kunci makam. 

Perempuan yang sudah pantas dipanggil nenek itu kemudian mempersilahkan saya masuk ke lokasi (ruangan) di mana di dalamnya terdapat kuburan milik Raden Santri dan beberapa kuburan lainnya.

Mbah Syahroni (dok.pri)

Sementara itu, di salah satu sudut ruangan makam yang berhadapan langsung dengan pintu masuk duduklah dengan tenang (alim) seorang lelaki tua bernama Mbah Syahroni. Beliau adalah juru kunci yang selama ini menjaga dan memelihara kompleks makam Raden Santri.

Lelaki kelahiran 70 tahun silam itu menerangkan kalau di dalam kompleks makam Raden Santri itu juga terdapat batu-batu nisan orang lain yang semasa hidupnya setia mengabdi kepada sang raden.

Pusara Ki Ronggo dan Tunggul Mongso (dok.pri)

Bebatuan nisan atau kuburan itu antara lain milik Tunggul Mongso, Ki Ronggo dan Roro Ganti. Sementara itu di dalam cungkup utama yang berselubung kain kelambu terdapat nisan milik Raden Santri dan muridnya.

Lebih lanjut Mbah Syahroni menuturkan kalau Tunggul Mongso semasa hidupnya merupakan pengawal pribadi Raden Santri. Sebagai pengawal pribadi tentu saja Tunggul Mongso ini memiliki linuwih (kelebihan, red) yakni berupa kesaktian atau ilmu kanuragan yang mumpuni

Setiap ada orang yang ingin bertemu dengan Raden Santri harus terlebih dulu meminta ijin atau sepengetahuan Ki Ronggo. Dengan lain perkataan, Ki Ronggolah yang menjadi juru tamu Raden Santri. 

Tak hanya punya pengawal pribadi dan juru tamu, Raden Santri semasa hidupnya juga didampingi oleh seorang tabib. Tabib inilah yang bertugas seperti layaknya dokter pribadi. 

Pusara Roro Ganti (dok.pri)

Roro Ganti merupakan nama dua orang bersaudara kembar dengan jenis kelamin laki-laki (genthono) dan perempuan (genthini). Mereka berdua mengabdikan hidupnya sebagai tabib yang setia mengobati Raden Santri bila sakit.

Pusara Raden Santri dan Sayyid Hasan

Di samping pusara Raden Santri terdapat batu nisan murid beliau. Sang murid yang bernama Sayyid Hasan itu tentu bukan murid sembarangan. Menurut cerita Mbah Syahroni, Sayyid Hasan adalah murid kesayangan Raden Santri. Begitu istimewanya sang murid sehingga sebagai bentuk penghormatan terhadap Sayyid Hasan maka jenazahnya disemayamkan di samping pusara gurunya.

Di kompleks pusara beliau juga terdapat sebuah pohon yang hingga saat ini masih dianggap keramat oleh sebagian peziarah. Pohon itu bernama kemuning

Kemuning keramat (dok.pri)

"Usia pohon itu sudah ratusan tahun mas" ujar Mbah Syahroni sambil menudingkan jemari tangannya ke arah batang pohon kemuning tua yang sudah mati. 

Lelaki tua dengan 7 anak dan 10 cucu itu kemudian melanjutkan ceritanya, bahwa sampai sekarang tidak ada seorangpun yang berani menebang atau mencabut batang pohon kemuning yang sudah terlihat keropos itu. 

"Konon, barang siapa yang iseng memotong, merusak atau mengambil (mencuri) batang kemuning itu harus dikembalikan jika tidak maka akan menjadi sakit dan akhirnya meninggal" jelentreh Mbah Syahroni menirukan cerita turun-temurun dari para leluhurnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline