Beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2013 bersama istri dan tetangga dekat rumah, kami secara bergantian mendatangi kantor kelurahan untuk melakukan perekaman Kartu Tanda Pengenal Elektronik (E-KTP). Setelah menunggu beberapa bulan, pihak kelurahan mengumumkan kalau E-KTP sudah jadi dan bisa diambil untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Betapa kagetnya ketika saya cari-cari di tumpukan E-KTP yang sudah jadi itu ternyata E-KTP saya nggak ada. Sementara E-KTP milik istri dan sebagian tetangga sudah jadi dan bisa diambil. Sebagian tetangga yang lain E-KTP nya juga belum jadi. Padahal pada saat perekaman, kami datang dan difoto bersama-sama lho.
Waktupun terus berjalan, atas masukan petugas di kelurahan akhirnya saya mendatangi kantor kecamatan untuk mengurus surat keterangan yang fungsinya sama dengan E-KTP. Selembar surat keterangan yang ditanda-tangani Pak Camat itu menjelaskan kalau sebagai warga saya benar-benar sudah didata di kantor desa saat pelaksanaan perekaman E-KTP.
Tahun 2016, kami meminta tolong kepada seseorang untuk mengurus Kartu Susunan Keluarga (KSK) yang baru sebab di dalam KSK lama nama anak kami belum tercantum di sana. Sekedar untuk diketahui, istilah KSK kini berganti nama menjadi Kartu Keluarga (KK). Sengaja kami menggunakan jasa orang lain yang memang biasa mengurus KTP dan KK agar lebih cepat selesai, nggak ribet seperti yang kami bayangkan. Untuk jasa pengurusan KK itu kami membayar 150 ribu rupiah. Meski menggunakan jasa orang dalam mengurus KK ternyata juga nggak cepat selesai kok, seingat saya lebih dari sehari baru selesai KK yang baru.
Awal Februari 2017 yang lalu saya berinisiatif mengurus kembali E-KTP yang sampai sekarang belum saya terima. Seperti tahap-tahap sebelumnya, surat pengantar dari ketua RT / RW harus saya urus terlebih dulu, setelah itu meminta tangda-tangan bapak kepala desa dan selanjutnya dibawa ke kantor kecamatan. Di kantor kecamatan saya diterima oleh petugas yang siap dengan alat perekam, komputer dan tentunya kamera.
Petugas di kantor kecamatan menerangkan kalau Nomer Induk Kependudukan (NIK) saya belum berganti semenjak pindah dari Surabaya duluuu.. . Begitu petugas memasukkan NIK saya ke dalam data base komputer ternyata muncul gambar (foto) milik orang lain. “Wah NIK bapak dipakai orang lain, makanya E-KTP nya nggak keluar-keluar,” begitu jelentreh sang petugas tadi.
“Terus selanjutnya saya harus bagaimana mbak?” tanyaku kembali kepada petugas perekaman E-KTP di kantor kecamatan. Menurut keterangannya saya harus datang langsung ke kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk) Kota Gresik untuk memperbarui KK yang NIK nya salah itu. Pihak kecamatan tidak memberikan surat pengantar khusus untuk mengurus masalah itu hanya meminta saya membawa foto copy akte kelahiran dan ijazah terakhir.
Dalam hati saya sempat dongkol alias kecewa berat karena letak kantor Dispenduk ini cukup jauh dari kediaman kami yang ada di pinggiran Gresik. Sementara kantornya sendiri ada di pusat Kota Gresik yang jaraknya kurang lebih 40 kilometer dari rumah kami. Namun lagi-lagi masalah sekecil apapun tak terkecuali soal pengurusan E-KTP atau KK harus segera diselesaikan agar segala sesuatunya menjadi beres dan nggak berlarut-larut.
Kemarin tanggal 16 Februari 2017 saya putuskan untuk mendatangi kantor Dispenduk Gresik. Setelah diproses, sang petugas di kantor Dispenduk mengatakan kalau jam 2 siang KKnya sudah bisa diambil. Di hari yang sama pula saya bersama puluhan warga desa lainnya menjalani proses perekaman E-KTP. Beberapa puluh menit kemudian surat keterangan sementara yang fungsinya seperti E-KTP sudah bisa diambil. Sementara selesainya kartu E-KTP nya sendiri masih harus menunggu beberapa bulan lagi namun langsung bisa diambil di kantor kecamatan.
Selama ini kami tidak tahu kalau NIK milik saya dipakai orang lain (salah). Saya sempat heran, sudah membayar uang jasa pengurusan KK kepada orang yang katanya biasa berkecimpung dalam hal-hal seperti itu toh hasilnya masih nggak beres. Padahal di dalam KK yang diuruskan orang itu sudah ada tanda-tangan kepala dinas Dispenduk. Lalu apakah pihak manajemen Dispenduk tidak meneliti ulang (memverifikasi) data-data yang ada kok asal cetak saja.
Benar kata orang, setiap kejadian pasti ada hikmahnya bro n sis. Setidaknya menjadi pengalaman berharga bagi diri sendiri dan mungkin juga bagi orang lain. Bahwa mentalitas menerabas (jalan pintas) mungkin dikatakan tidak baik oleh sebagian orang, sebaliknya proses yang panjang yang terkesan bertele-tele dari sistem birokrasi kependudukan kita juga tak selalu efektif lho. Surat RT / RW dan Kelurahan yang saya bawa ternyata saat berada di kantor Dispenduk Gresik tidak diperlukan sama sekali.