Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Sensasi Nasi Goreng Kampung ala Dapur 33

Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak kami penasaran dengan menu baru yang posternya menghiasi dinding warung makan dalam mal itu. Lalu memesan Nasi Goreng Kampung dan saya sendiri kangen berat dengan Pangsit Mie karena sudah lama tak menikmati makanan populer itu. Semua makanan yang kami pesan dimasak ala Dapur 33.

Sambil menanti datangnya kumandang adzan Maghrib, dan pramusaji menyiapkan makanan untuk berbuka puasa, saya mencoba mengotak-atik kembali HP yang baru saja saya beli langsung di outlet yang terletak di lantai 2 gedung World Trade Centre (WTC) Surabaya yang berada tidak jauh dari Plaza Surabaya. Informasi itu saya ketahui dengan lebih jelas dari HP setelah melakukan searching (pencarian) dengan google map.  

Kami menghentikan percakapan dan bermain internet karena waiter Dapur 33 sudah menghidangkan makanan pesanan kami. Beberapa menit kemudian adzan Maghrib berkumandang. Alhamdulillah, kami berbuka puasa. Air putih dalam kemasan botol plastik 600 mili liter langsung saja kami tenggak habis, kemudian es teh manis yang sudah sejak tadi menggoda mulai menyegarkan kerongkongan kami.

Anak kami sudah tak sabar dan tanpa ba bi bu melahap habis Nasi Goreng Kampung ala Dapur 33. Menurutnya nasi goreng itu rasanya tidak seperti nasi goreng kebanyakan. Warna nasinya kuning bukan merah mungkin karena menggunakan pewarna alami berupa kunyit (kunir) bukan saos tomat botolan yang tak lepas dari pewarna sintetis. Yang jelas rasa nasinya enak istilah Sundanya raos pisan euy, pulen, gurih, ada bola-bola kecil seperti kerupuk dan tentunya ditemani telur dadar. Untuk menambah rasa nikmat dalam sajiannya disertakan daun kemangi dan potongan buah mentimun. Saya mencicipi beberapa sendok nasi goreng itu dan memang benar kata anak kami, rasanya mantap.

Belum puas mencicipi Nasi Goreng Kampung yang simpel itu, saya lanjutkan kembali petualangan kuliner bersama pangsit mie ala Dapur 33 yang juga maknyus rasanya. Mienya lumer (lembut) saat dikunyah, tidak begitu kenyal karena kebanyakan tepung tapiokanya, ukuran mienya lebih kecil tidak seperti mie biasanya (mie instan), olahan daging ayam dalam pangsitnya dibumbu sedap sekali, kuah pangsitnya gurih dan tidak terasa eneg meski mengandung kaldu ayam. Pangsit mie semakin menerbitkan selera makan setelah di bagian atasnya ditaburkan cacahan daging ayam, rajangan (potongan) bawang daun dan tentunya bawang goreng.

Pendek kata, berbuka puasa dengan kuliner olahan Dapur 33 yang bernuansa Sunda itu dijamin puas karena rata-rata menu makanan yang disajikan dibandrol dengan harga sangat terjangkau. Selisih harganya tak berbeda jauh dengan harga makanan di depot atau restoran biasa. Untuk nasi goreng kampung dan pangsit mie hanya dihargai 18 ribu rupiah per porsinya sedangkan es teh manis dikenakan harga 5 ribu rupiah segelasnya. Keluar dari gerai Dapur 33 hati terasa puas, perutpun kenyang karena porsi makanan cukup banyak dan harga yang ramah, tidak merogoh kocek terlalu dalam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline