Kata seorang anggota rombongan, Pura Poten Luhur itu akan ramai didatangi wisatawan saat pelaksanaan upacara yadnya kesadha (kasodo). Upacara Kasodo sangat fenomenal dan biasanya pada momen itu pura dibuka untuk masyarakat luas atau para wisatawan yang ingin mengikuti prosesi acara keagamaan umat Hindu itu. Kami hanya bisa menikmati megahnya bangunan dari sisi luar saja. Sepeda motor kami parkir persis di depan pura, pikir kami meski belum bisa masuk yang penting bisa berfotoria menikmati kemegahan bangunannya dengan latar belakang Gunung Bromo dan Batok yang sudah sangat terkenal itu.
Gunung Bromo sangat diyakini masyarakat Tengger sebagai tempat bersemayam Dewa Brahma. Kata Bromo sebenarnya merupakan kata dalam Bahasa Jawa untuk menyebut Dewa Brahma. Prosesi upacara Kasodo biasanya digelar di Pura Poten Luhur dengan dipimpin oleh seorang tokoh umat Hindu yang dikenal dengan sebutan pinandita (pendeta Hindu). Bagi umat Hindu pada umumnya tak terkecuali masyarakat Hindu Tengger, pura dijadikan tempat memuja tuhan mereka yang diistilahkan sebagai Sang Hyang Widhi Wase. Serangkaian pembacaan doa (mantra) dibacakan oleh pinandita mereka dan tahap demi tahap acarapun digelar.
Puncak prosesi acara yang dianggap paling menarik dan ditunggu-tunggu para wisatawan ialah larung sesaji yang berupa hasil bumi Suku Tengger berupa hewan ternak atau hasil pertanian lainnya ke dalam kawah Gunung Bromo. Menurut catatan sejarah, Pura Poten Luhur dibangun pada tahun 2000. Setiap tanggal 14 bulan Kesadha, umat Hindu Tengger menggelar acara Kasodo di pura itu. Beberapa tahun yang lalu Gunung Bromo sempat meletus namun letusannya tidak sampai meluluh-lantakan Pura Poten Luhur yang berada di bawahnya. Hanya sebagian bangunan pura yang terkena dampak abu vulkanis Gunung Bromo tanpa mengalami kerusakan yang berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H