Kerang darah terlihat lebih dekat (dok.pri)
Kerang hijau tercemar merkuri?
Kerang hijau (Perna varidis) belakangan ini sedang santer dibicarakan orang. Pasalnya, hewan air laut yang banyak ditemukan di Teluk Jakarta, bertubuh lunak (Molusca) dan bercangkang itu secara ilmiah dinyatakan mengandung logam berat atau polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengonsumsinya. Kerang hijau banyak diusahakan oleh masyarakat nelayan di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan kalau di dalam daging kerang hijau yang hidup di perairan Teluk Jakarta mulai terkontaminasi logam berat bernama merkuri (merkurium) atau ada yang menyebutnya air raksa atau perak cair (Hidragirum / Hg) karena logam berat itu berwujud cair pada suhu kamar (25”C).
Merkuri bisa masuk ke dalam air laut akibat aktivitas industri. Dari setiap aktivitas industrialisasi itu pasti akan menyisakan limbah, bisa berupa limbah padat, cair, atau bahkan berbentuk gas. Industri emas, batu baterai, desinfektan, pulp dan kertas serta bidang medis kedokteran sangat mungkin menghasilkan limbah berbahaya berupa logam berat merkuri.
Ikan dan kerang merupakan hewan air laut yang paling mudah menyerap logam merkuri. Kerang dalam hal ini kerang hijau sangat toleran bahkan bisa berkembang biak dengan cepat setelah memakan phyto atau zooplankton yang sudah terkontaminasi merkuri atau limbah berbahaya lainnya.
Di antara beragam jenis merkuri, metil merkuri (merkuri organik) lah yang dinyatakan sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Metil merkuri bersifat toksik (meracuni) tubuh manusia pada kisaran kadar 9 – 24 ppm (part per million) atau setara dengan 0,3 mg Hg per 70 Kg berat badan per hari.
Seseorang yang keracunan merkuri organik akan mengalami gangguan pada fungsi saraf pusat. Logam merkuri juga menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal, kelumpuhan dan tingkat kecerdasan janin yang baru lahir. Ngerinya lagi, kandungan merkuri pada ikan atau kerang laut tidak bisa diturunkan dengan cara memasak atau merebusnya pada suhu mendidih biasa melainkan hanya pada suhu di atas 400”C. Pada suhu itu ikan atau kerang jelas sudah tidak bisa dinikmati lagi karena sudah hangus berbentuk abu.
Efek residu (residual effect) mungkin baru akan terlihat setelah beberapa tahun mengonsumsi kerang atau ikan laut yang sudah tercemar logam berat merkuri. Hal itu juga sangat tergantung pada imunitas (kekebalan) tubuh seseorang.
Berita mengenai tercemarnya kerang hijau oleh merkuri tak pelak mengakibatkan sejumlah pengusaha seafood di kawasan Angke, Jakarta mengalami kerugian akibat menurunnya omset penjualan setiap harinya. Banyak penikmat yang biasanya ngefans berat dengan seafood kerang hijau itu kini merasa ngeri mengonsumsi hewan laut yang sebenarnya kaya akan gizi itu.
Asal tahu saja, sebagian pecinta kuliner seafood terutama kaum laki-laki sangat meyakini kalau rajin mengonsumsi kerang laut termasuk di antaranya kerang hijau akan bisa meningkatkan vitalitas (maaf, gairah seks) mereka itu.