Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Keceriaan Anak di Tengah Banjir

Diperbarui: 31 Maret 2016   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ayo rek kecek-kecek"][/caption]Intensitas curah hujan yang semakin meningkat belakangan ini tak pelak menyebabkan banyak daerah di berbagai penjuru tanah air mengalami banjir. Bahaya banjir menyebabkan sebagian warga masyarakat akhirnya mengungsi, mencari tempat yang lebih aman agar terbebas dari genangan air.

Banjir merusak segalanya, menyebabkan kerugian materiil berupa hilangnya harta benda berupa rumah seisinya, sawah, ladang juga areal pertambakan. Atau bahkan kerugian moril berupa deraan batin mereka yang tertimpa bencana itu.

Namun di luar semua masalah yang muncul akibat banjir itu ada sosok-sosok mungil (anak-anak) yang seakan tak bergeming, tak ikut larut dalam duka nestapa para orang tua mereka.

[caption caption="Berenang meski dengan air banjir tetap asyik"]

[/caption]Bahaya banjir boleh saja menimpa orang tua mereka atau siapa saja namun yang namanya keceriaan atau canda tawa yang mungkin muncul di tengah-tengah musibah tak bisa dihalang-halangi, mengalir begitu saja bak air bah, begitu kira-kira yang ada dalam pemahaman si anak.

Di saat orang tua mereka bersedih, anak-anak itu malah bersuka-ria sambil bermain-main dengan air banjir. Kebahagiaan apapun bentuknya, yang muncul di tengah-tengah musibah banjir itu terjadi secara spontan dan tak bisa dibeli dengan apapun.

Anak-anak mungkin tak menyadari bahwa bermain-main dengan air banjir itu bisa saja berakibat tidak baik. Berlama-lama kecek (berendam) dalam air banjir yang kotor itu tanpa membilasnya lagi dengan air bersih kadang menimbulkan penyakit gatal-gatal di kulit semacam eksim atau gudikan.

Banjir sering menyebabkan genangan-genangan air pada kubangan, ban dan kaleng bekas. Hal itu menjadi pemicu munculnya serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Air yang menggenang dalam ban dan kaleng bekas atau kubangan menjadi habitat bagi tumbuhnya nyamuk Aedes Aegypti. Dalam perut nyamuk berbahaya inilah terdapat virus dengue sebagai penyebab penyakit DBD itu.

Banjir yang menggenangi suatu kawasan dalam waktu yang cukup lama mengakibatkan sumur-sumur warga terinfiltrasi air kotor. Air sumur menjadi tercemar, sementara mereka menggunakan air sumur itu untuk keperluan minum, mandi, cuci dan masak. Air sumur untuk minum meski sudah direbus kadang masih tercemar bakteri penyebab penyakit diare (mencret) yang meraja lela saat terjadi banjir.

[caption caption="Bersepeda di tengah banjir juga asyik"]

[/caption]Anak-anak menikmati dunianya (bermain-main) secara wajar mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Mungkin ada baiknya sedikit membiarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai alamnya. Anak-anak merupakan kelompok usia yang sangat rawan.

Mengasuh anak terutama anak perempuan bukan perkara mudah, bila diibaratkan dalam pepatah Jawa “Ancik-ancik pucuk ing ri” (berdiri di atas duri, red). Coba bayangkan saja seperti apa jadinya bila kita berdiri atau berjalan di atas duri. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang mustahil namun juga bukan pekerjaan yang mudah. Salah mengasuh (mendidik) anak maka celakalah sudah. Jadi harus ekstra hati-hati.

Anak merupakan aset keluarga sekaligus bibit atau calon generasi penerus bangsa. Sejak usia anak-anak (dini) itulah mulai ditanamkan nilai-nilai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline