Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Menangkap Kupang Laut Di Selat Madura Dengan "Tinja" ?

Diperbarui: 4 April 2017   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13667138091547141464

[caption id="attachment_256673" align="aligncenter" width="500" caption="Kupang laut Bangkalan Madura cangkangnya terlihat lebih besar"][/caption]

Minggu pagi itu rupanya ibu-ibu Madura ini terlihat sedang aktif membersihkan “Kupang Laut”. Yaitu hewan laut semacam kerang berukuran kecil. Kami sering menjumpai hewan yang sudah diolah menjadi kuliner lezat ini di daerah Surabaya dan Sidoarjo.

Uniknya di Sidoarjo ada tempat khusus yang dijadikan sentra kupang dengan berbagai hasil olahannya. Kawasan ini oleh Pemda setempat dijadikan objek wisata menarik di kota itu.

Di Bangkalan ini kami berkesempatan dan bisa melihat lebih dekat serta bertanya banyak hal kepada nelayannya secara langsung tentang hewan laut yang memiliki cerita unik ini.

Kupang adalah hewan laut sejenis kerang atau tiram. Bentuknya kecil, berukuran kira-kira tiga sampai lima milimeter, tubuhnya berwarna cokelat agak pucat. Kupang disebut juga kerang putih atau bernama ilmiah corbula faba ini biasanya dapat ditemukan di pinggir pantai atau lumpur berair asin.

Dulu, dimasa remaja  ketika masih tinggal bersama almarhum kedua orang tua saya di Surabaya. Mereka bercerita bahwa yang namanya kupang laut yang kemudian diolah menjadi sajian maknyus khas Surabaya atau Sidoarjo itu ditangkap dengan menggunakan umpan (maaf) “kotoran manusia” alias tinja.

Para nelayan kupang menempatkan tinja manusia tersebut pada papan atau tripleks yang selanjutnya ditempatkan di pinggir laut berombak tenang.

Konon binatang laut yang jadi santapan khas Surabaya dan Sidoarjo ini akan secara suka rela berdatangan menghampiri umpan yang dipasang tadi.

Lalu setelah kupang berkumpul dalam jumlah banyak di papan atau tripleks, nelayan tadi tinggal memanen hasilnya.

Ketika saya ceritakan pengalaman menangkap kupang ala cerita almarum orang tua saya kepada nelayan Bangkalan Madura, mereka malah tertawa terbahak-bahak. Seraya berkata "dek remah be’en tak oning cong" ( bagaimana kamu tidak mengerti nak, red).

Mereka lalu menjelaskan bahwa cerita dari mulut ke mulut tentang cara menangkap kupang laut dengan umpan kotoran manusia itu tidak benar alias rumor belaka.

Yang benar untuk menangkap kupang dengan mudah tinggal menggunakan tanah liat berwarna kuning. Begitu imbuh salah satu nelayan kupang laut di Bangkalan yang saya temui Minggu pagi itu.

Memang ada kawasan pesisir dimana tanah liatnya itu berwarna kuning. Seperti misalnya daerah-daerah yang terletak di pantai utara Jawa Timur. Sebagai contohnya di Kedung Cowek Surabaya, Desa Candi Sidoarjo dan Bangkalan Madura.

Sebenarnya untuk menangkap kupang, para nelayan Bangkalan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Mereka cukup menyabit rumput atau ganggang laut di mana diyakini kupang banyak menempel disitu.

Biasanya  habitat kupang ini berada di pantai yang berombak tenang atau pada saat air laut surut. Pada saat kondisi seperti itulah kawanan kupang ditangkap oleh para nelayan . Di beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo, dan di Pulau Madura ada sedikit perbedaan pada ukuran cangkang kupang. Cangkang kupang di Surabaya lebih kecil dari kupang di Sidoarjo. Di Bangkalan Madura ukuran cangkang kupang lautnya lebih besar lagi.

Meski demikian, bila dijadikan olahan rasanya kurang lebih sama, yaitu manis dan gurih. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kupang laut mengandung protein dan zat besi yang cukup tinggi.

Bagi orang-orang tertentu bila mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan laut ini bisa menyebabkan keracunan. Sebab itulah biasanya warung lontong kupang juga menyediakan es kelapa muda (degan) selain sebagai minuman penambah stamina, degan juga bisa menawarkan racun kupang yang timbul bila sang penjual kurang tepat mengolahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline