Boy Sadikin, Putra mantan Gubernur DKI Ali Sadikin yang menjabat dari tahun 1966-1977, selama ini dikenal sebagai politisi yang selalu berseberangan dengan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Semenjak ia gagal menjadi wakilnya Ahok pada tahun 2012 yang silam, dengan memanfaatkan kendaraan partai politik PDIP, ia fokus berseberangan dengan Ahok. Namun setelah Megawati menggunakan hak prerogatifnya sebagai Ketua Umum PDIP mengusung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 serta mendaftarkan mereka ke KPU DKI, Boy Sadikin langsung hengkang dari PDIP. Alasannya mantan Ketua DPD PDIP DKI Jakarta ini cabut dari PDIP karena ia kecewa dan tak setuju dengan terpilihnya Ahok sebagai calon Gubernur melalui gerbong PDIP. Menurutnya dukungan PDIP tehadap Ahok sebagai calon Gubernur DKI akan berakibat fatal pada keutuhan dan soliditas PDIP dalam Pilkada DKI 2017 yang akan digelar pada bulan Februari 2017 mendatang. Mantan Ketua Tim Sukses Jokowi-Ahok pada Pilgub 2012 yang lalu itu kini banting setir mendukung Sandiaga Uno untuk menjadi lawannya Ahok. Tak lupa pula ia menegaskan bahwa cabutnya dari PDIP adalah murni karena bertentangan dengan hati nuraninya karena menurutnya sikap Ahok yang pongah saat menjadi Gubernur selalu bertolak belakang dengan ideologi PDIP sehingga tak layak diusung sebagai calon Gubernur DKI. Apapun blunder yang ia lakukan, sebenarnya Boy Sadikin ini cabut dari PDIP karena sejak dulu ia mengincar kursi DKI 1 atau DKI 2, namun upayanya selalu gagal karena terhalang oleh popularitas Ahok serta terjegal oleh keputusan PDIP yang mengusung Djarot menjadi wakilnya Ahok pada tahun 2014 yang lalu, dan kini kembali PDIP mengusung Ahok dan Djarot menjadi DKI 1 dan DKI 2. Dua Kali gagal meraih impiannya, tentunya no more kesempatan untuk yang ketiga kalinya, sehingga bulat sudah tekadnya untuk segera hengkang dari PDIP dan bergabung dengan Gerindra. Dalam hidup ini sah-sah saja bagi tiap orang mengambil keputusan yang terbaik dalam hidupnya. Tak ada masalah bagi siapapun untuk hengkang dari parpol tempatnya bernaung jika nemang bertentangan dengan hati nurani. Bukankah Ahok juga pernah melakukannya dengan hengkang dari partai Gerindra karena bertentangan dengan hati nuraninya? Terlepas dsri blunder Boy Sadikin itu, salut aku kepada Megawati dan partai besutannya PDIP yang pada akhirnya berpikiran luas dan terbuka serta mau menerima Ahok dengan segala keberadaanya, baik itu kekurangan maupun kelebihan yang ia miliki. Jika ada kader yang bertentangan dengan keputusan partai, ya sudah silahkan saja pergi. Hidup ini adalah pilihan. Simple, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H