Presiden Filipina Rodrigo Duterte adalah presiden yang bertemperamen tinggi, cepat tersulut amarah, dan kerap melontarkan kata-kata kasar kepada siapa saja jika ada hal-hal yang tak berkenan dihatinya.
Baru-baru ini Duterte kembali mengungkapkan kemarahannya kepada Tiongkok. Kalau sebelumnya Duterte bersumpah akan makan hidup-hidup militan Abu Sayyaf, I'll eat you alive, kini ungkapan dengan makna yang hampir sama ia lontarkan terhadap Tiongkok terkait konflik Laut Cina Selatan, yaitu dengan seruan, talk or fight!
Abu Sayyaf adalah pemimpin Kelompok teroris yang memiliki basis yang kuat di gugusan kepulauan terpencil di perairan Sulu, Filipina. Untuk mendanai pergerakan mereka, gerombolan ini dikenal sangat militan dengan aktivitas mereka menculik warga negara asing untuk dimintai uang tebusan, termasuk warga negara Indonesia yang beberapa kali diculik oleh kelompok Abu Sayyaf itu.
Kelompok radikal yang muncul di tengah pemberontakan separatis muslim di wilayah selatan Filipina yang didominasi penganut Katolik itu telah merenggut lebih dari 120 ribu nyawa sejak tahun 1970-an.
“Beri saya cuka dan garam, saya akan makan mereka hidup-hidup,“ ujar Duterte dengan mata merah menahan amarah.
Kini Duterte kembali melampiaskan kemarahannya kepada Tiongkok terkait konflik Laut Cina Selatan itu dengan seruan talk or fight karena menyangkut kedaulatan negara Filipina.
Duterte murka karena Tiongkok mengangkangi hasil keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional dengan menggelar latihan militer di kawasan yang disengketakan itu. Bukan hanya itu saja, bahkan pesawat terbang sipil milik Tiongkok pun sengaja melakukan tes kalibrasi di dua bandara di Kepulauan Spratly yang notabene adalah bagian dari Provinsi Palawan, Filipina.
Padahal Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag telah memutuskan bahwa Tiongkok telah melanggar hak kedaulatan Filipina di Laut China Selatan. Pengadilan Arbitrase Internasional juga telah ketok palu bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi Tiongkok untuk mengklaim wilayah laut Cina Selatan sebagai wilayah teritorial mereka.
Benturan kepentingan dalam konflik wilayah teritorial di Laut China selatan itu telah berlangsung cukup lama dan masing-masing pihak, baik itu Filipina maupun Tiongkok, punya argumen masing-masing sementara Tiongkok tetap bersikukuh mengklaim bahwa wilayah Laut Cina Selatan itu adalah bagian dari wilayah kedaulatan mereka.
Sebelum Duterte menjadi Presiden yang baru saja dilantik pada tanggal 30 Juni 2016 yang lalu, pemerintah Filipina telah membawa masalah sengketa wilayah Laut Cina Selatan itu ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag. Pengadilan sudah memutuskan bahwa Tiongkok telah melakukan pelanggaran atas kedaulatan batas teritorial Filipina di Laut Cina Selatan itu.
Sengketa antara Filipina dan Cina itu bermuara pada perairan yang menjadi jalur perdagangan Internasional yang omzetnya mencapai US$ 5 triliun setiap tahunnya. Ini yang bikin Duterte dongkol setengah mati terhadap Tiongkok sampai urat lehernya menegang.