Entah kenapa tahun ini Jakarta sering diguyur hujan. Bahkan sejak belum masuk musim penghujan pun, Jakarta sudah sering diguyur hujan. Apa karena imbas dari tahun lalu yang jarang hujan, sehingga hujan pada balas dendam di tahun ini, entahlah. Namun apapun fenomena alam ini, justru hujan membawa berkah bagi warga Jakarta yang kurang beruntung.
Di saat hujan mengguyur kawasan perkantoran Sudirman Jakarta pada saat jam-jam kerja, apalagi pada saat jam istirahat, yaitu pada pukul 12:00-13:00, ojek payung pun jadi rebutan. Ini bukan pemandangan yang tak lazim, tapi sudah biasa di Jakarta ini setiap kali hujan turun membasahi kawasan protokol ibukota negara ini.
Warga sekitar Sudirman dan Karet Tengsin meraup rejeki dengan jasa ojek payung. Tarifnya enggak dipatok, namun biasanya untuk jarak dekat Rp 2 ribu. Tergantung kebaikan hati sang pengguna ojek payung, mau ngasih lebih, monggo.
Kalau lokasi makan siangnya agak jauh, sedangkan jam istirahat sudah mepet menjelang pukul 13:00, maka mau tak mau ongkosnya bisa Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu. Para pengojek payung itu rela basah kuyub dan kedinginan dihajar terpaan air hujan, yang penting recehan rupiah masuk dalam kantong plastik supaya enggak basah oleh air hujan.
Siang tadi aku menggunakan jasa ojek payung itu karena Jakarta diguyur hujan lagi. Ku serahkan Rp 5 ribu buat sang pengojek payung, seorang anak tanggung yang menggosok-gosok telapak tangannya supaya hangat karena gemetaran akibat dinginnya air hujan yang mengguyur sekujur tubuhnya.
Aku tanya, "Hari ini sudah dapat berapa?" Ia jawab, "Alhamdulilah, sudah dapat Rp 20 ribu". Padahal hujan baru mengguyur kurang lebih sekitar 30 menit.
“Lumayan juga ya, mudah-mudahan hujannya lama”, aku menghiburnya. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih ketika ku berikan Rp 5 ribu ke tangannya. Setelah menerima uang itu, ia pun segera berlari mengejar rejeki menuju gedung perkantoran sebelah yang banyak karyawan terjebak hujan di koridor samping gedung.
Hitung-hitungan kasar aku, kalau dalam 30 menit saja ia sudah dapat Rp 25 ribu, artinya kalau hujan mengguyur selama sejam, ia bisa mengantongi kurang lebih Rp 50 ribu rupiah. Kalau setiap hari hujan antara jam 12:00-13:00, maka dalam 22 hari kerja dalam sebulan ia sudah bisa peroleh rejeki kurang lebih sekitar Rp 1,100,000. Lumayan buat bantu orangtuanya bayar uang sekolah, beli buku, jajan, dan kebutuhan sekolah lainnya.
Di Jakarta ini memang harus kreatif supaya bisa bertahan hidup. Apapun, segala macam cara, bisa dijadikan uang. Contohnya, di setiap hari Jumat, anak-anak tanggung ini juga meraup rejeki dengan menjual koran bekas bagi para kaum Muslimin yang hendak Sholat Jumatan untuk dijadikan alas duduk diarea luar Masjid
Begitu pula setiap hari Minggu sore di Gereja GPIB Bukit Moria, Pancoran Jakarta. Setiap kali selesai ibadah Minggu sore, segerombolan pengamen sudah berdiri di gerbang Gereja menyanyikan lagu-lagu rohani secara medley dengan gitar, biola, Harmonika, dan gendang.
Para Jemaat yang baru keluar Gereja pun merasa senang dan terhibur serta merasa diberkati sehingga tak ayal lagi kardus para pengamen itu penuh dengan uang Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. Padahal mereka adalah para pengamen yang nongkrong di perempatan Pancoran, tapi hebatnya bisa hafal lagu rohani luar kepala.