Lihat ke Halaman Asli

Teruntuk Para Buruh Yang Tak Tahu Diri

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta saat ini telah disepakati Rp 2.216.243,68/bulan. Masih berupa kesepakatan, Jokowi belum mengetuk palu menyetujuinya. Kesepakatan besaran UMP ini membuat Pengusaha mulai pasang kuda-kuda karena selain sudah dicekik Buruh, mereka juga kena cekik pungli-pungli Instansi Pemerintahan, tercekik tarif listrik kategori industri yang tinggi, dan cekikan-cekikan lainnya yang menjerat leher Pengusaha.

Para buruh ini tak paham bahwa kemampuan perusahaan itu macam-macam ketika menentukan besaran gaji karyawannya. Tak bisa disamakan begitu saja. Kalau UMP buruh naik sampai segitunya, bagaimana dengan gaji PNS yang hanya digaji 1,7 juta/bulan? Fresh Graduate Dokter dari Universitas yang paling mahal saja ketika lulus wajib kerja di Rumah Sakit di daerah dengan gaji hanya 1,2 juta. Padahal tingkat pendidikan mereka rata-rata Sarjana S1 daripada buruh-buruh tak tahu diri itu yang hanya tamatan SMP dan SMA.

Aku nonton wawancara debat UMP di TV One (15/11/2012) antara Ketua Serikat Buruh dan Perwakilan Pengusaha. Geleng-geleng kepala aku ketika TV One menyorot wawancara life dengan dua orang buruh langsung dari rumah mereka yang disetting kumuh oleh TV One. Mereka mengaku gaji mereka hanya 1,5 juta sehingga tiap hari hanya mampu makan sayur asem dan ikan asin. Bah! Omong kosong apa pula itu? Dasar pendidikan rendah, kalau mau berbohong agar dikasihani, tolong yang masuk akal sedikit. Masa setiap hari selama bertahun-tahun makan sayur asem dan ikan asin? Tak masuk akal ini.

Office Boy di kantor aku saja gajinya 1,5 juta tapi bisa punya motor dan punya Blackberry, padahal anaknya dua orang sudah sekolah pula. Ini para buruh ternyata pintar bersandiwara juga. Mereka ini tak mampu berpikir sesuai nalar yang baik dan realistis bilamana Pengusaha tak mampu bayar gaji lalu menutup usahanya sehingga berdampak PHK massal. Akibatnya hidup mereka juga yang susah hutang kesana kemari karena kehilangan pekerjaan.

Sifat dasar manusia itu selalu tak puas dengan apa yang sudah diperoleh. Tak mau bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan dalam hidup mereka sesuai level mereka. Tahun 2010 lalu aku pernah menjadi Legal Supervisor di perusahaan asing dikawasan Sudirman Jakarta. Gajiku saat itu 6,8 juta/bulan plus tunjangan kesehatan, tunjangan pulsa Handphone operasional, tunjangan transport dan kendaraan operasional yang bensin dan Tol diganti perusahaan seminggu sekali. Tetap saja aku merasa masih kurang gajiku dan berupaya mencari perusahaan lain yang gajinya lebih besar. Sifat dasar manusia memang begitu selalu merasa kurang berapapun gajinya.

Menuntut gaji itu yang rasional saja dan masuk akal, tak usah dipaksa. Kalau mau gaji besar, upgrade diri, belajar dan belajar dan terus mengasah ketrampilan sehingga berkualitas tinggi karena persaingan didunia usaha saat ini sangat tinggi. Bukan hanya Blackberry saja yang bisa diupgrade dari OS 6 ke OS 7, manusia juga bisa upgrade diri kalau mau maju dan mendapatkan gaji yang besar.

Sadar pula akan kualitas diri. Kalau kualitas diri dan pendidikan rendah jangan mimpi gaji besar apalagi yang kedisiplinan nol besar, kinerja tak meningkat dan malas bekerja, banyak alasan ijin, sakit, cuti, anak sakit, istri sakit, orang tua sakit, urusan keluarga dan lain sebagainya, bagaimana perusahaan tak sekarat dengan model karyawan seperti ini. Kalau Pengusaha sudah tak mampu bayar gaji, mereka akan hijrah buka usaha di negara lain yang lebih murah gaji buruhnya. Yang susah siapa? Yang salah siapa?

Kalau menuntut gaji jangan pakai ego sendiri dan jangan mementingkan diri sendiri. Pikirkan juga kepentingan dan kebutuhan orang lain. Kalian ingin gaji besar lalu bulan berikutnya perusahaan tak mampu bayar gaji sehingga bangkrut dan tutup. Piring nasi yang sudah ditangan jangan dibuang begitu saja.

Tetangga aku sudah kena batunya. Perusahaannya tutup karena tak tahan dengan Aksi demo buruh yang menuntut upah layak yang seringkali berujung anarkis dengan aksi sweeping buruh. Akibatnya produksi perusahaannya tak jalan sehingga perusahaan itu rugi.

Sekarang tetanggaku jadi pengangguran, melamar kemana-mana tak diterima karena pendidikan cuma tamatan SMA dan tak punya Surat Pengalaman Kerja karena perusahaannya tutup begitu saja. Akhirnya motor dijual, TV dijual, pinjam sana-sini untuk menghidupi istri dan ketiga orang anaknya. Menyesal kemudian tak ada gunanya. Apa kalian mau begitu?

Para buruh ini demo dengan alasan memperjuangkan nasibnya. UMP naik lalu hidup boros dan gaya seperti orang kaya beli ini beli itu, ketika uang kurang demo lagi tuntut kenaikan upah. Para buruh ini tak paham beban Pengusaha. Jadi karyawan itu enak tinggal datang pagi lalu kerja dan pulang sore ketemu anak istri di rumah, lalu tiap bulan terima gaji, kalau Pengusaha pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana bayar gaji karyawan mereka setiap bulan. Kalau produksinya laku dan keuntungan tinggi tak masalah, bagaimana dengan perusahaan yang produksinya tak laku karena banyak saingan dipasaran?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline