Kalau kita bicara soal Pelabuhan Bandar Deli di Belawan, ini bukan cuma soal aset besar buat Sumatera Utara, tapi juga bagian dari sejarah panjang perdagangan di Indonesia.
Nah pelabuhan ini dibangun pada akhir abad ke-19 oleh pemerintah kolonial Belanda, Pelabuhan Belawan awalnya dirancang untuk mendukung ekspor hasil perkebunan seperti tembakau Deli yang saat itu jadi primadona. Lokasinya yang strategis di Selat Malaka membuatnya cepat berkembang jadi pelabuhan utama di Sumatera.
Pada awal berdirinya, Pelabuhan Belawan terhubung langsung dengan jalur kereta api Medan--Belawan, yang juga dibangun oleh Belanda. Ini menunjukkan betapa pentingnya pelabuhan ini dalam rantai logistik dan perdagangan global saat itu. Bahkan, Pelabuhan Bandar Deli menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di era kolonial, bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya seperti Tanjung Priok di Batavia.
Sayangnya, dengan segala potensinya, pelabuhan ini masih menghadapi tantangan besar hingga hari ini. Infrastruktur yang usianya sudah tua membutuhkan peremajaan serius. Jalan akses menuju pelabuhan sering rusak, bahkan kemacetan sudah jadi hal biasa.
Ini jelas mengganggu efisiensi pengangkutan barang, padahal kita semua tahu, Pelabuhan Belawan ini adalah pintu utama ekspor-impor untuk Sumatera Utara, terutama untuk komoditas seperti sawit, karet, dan produk manufaktur lainnya.
Yang nggak kalah penting, kondisi lingkungan di sekitar pelabuhan juga perlu perhatian serius. Sampah dan limbah jadi masalah kronis yang bikin kawasan ini kurang nyaman, baik untuk aktivitas pelabuhan maupun masyarakat sekitar. Kalau dibiarkan, ini bisa berdampak buruk pada ekosistem laut dan kualitas hidup warga Belawan.
Harapannya, Pelabuhan Bandar Deli Belawan bisa kembali jadi kebanggaan, seperti masa-masa jayanya dulu. Kita nggak boleh terus-terusan kalah saing sama pelabuhan lain di Indonesia atau bahkan di kawasan Selat Malaka.
Potensinya ada, tinggal bagaimana semua pihak, dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat, mau benar-benar berkolaborasi untuk memanfaatkan peluang besar ini. Jangan sampai sejarah panjangnya hanya jadi kenangan, sementara masa depannya terabaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H