Lihat ke Halaman Asli

RUU Tindak Pidana Santet, Menurut Hukum Islam dan KUHP

Diperbarui: 12 Juni 2022   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Santet/Black Magic dalam segi hukum Islam termasuk perilaku syirik, sedangkan syirik adalah dosa besar, santet dalam hukum Islam termasuk amdun mahdlun (pembunuhan yang disengaja) dan merupakan tindakan kriminal yang termasuk dalam tindak pidana yang sulit menemukan pemecahannya, sebab anatomi yang timbul di masyarakat kejahatan tersebut sudah tidak ada penyelesaian pidananya dengan tanpa dasar pembuktian dan sulit mem BAP padahal meja peradilan terbuka untuk setiap kasus yang masuk demi tegaknya keadilan hal ini sesuai dengan asas legalitas yang berlaku di ranah hukum Islam dan hukum pidana yang terkenal dengan adagium legendaris von feuerbach yang berbunyi “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” secara bebas adagium tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada delik tindak pidana yang tidak ada hukuman tanpa didasari peraturan yang mendahuluinya” hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat (1) undang-undang no.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dari situlah para pakar hukum pidana banyak yang membahas pasal santet yang terdapat pada RUU KUHP pasal 295 menjadi persoalan, Berangkat dari latar belakang, muncul pertanyaan bagaimana pemikiran analisa kriminalisasi.


santet menurut para pakar hukum pidana dan bagaimana tinjauan hukum Islamnya? Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research) sehingga teknik pengumpulan data nya yaitu dengan menggali buku, artikel, dan dokumen- dokumen pustaka lainnya sebagai sumber data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana data nya tidak berbentuk angka atau dapat diangkakan, sebab dalam menganalisis data menggunakan kata- kata. Metode analisis yang dipakai yakni comparative analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut RUU KUHP pasal 295 tentang perbuatan santet dapat dikriminalisasikan dengan pembuktian yang sudah berlaku di Indonesia, dengan menggunakan asas subjektivitas hakim dalam berijtihad, tidak boleh taklid kepada orang lain, dan boleh menggunakan metode qiyas, hal itu dilakukan apabila tidak ada nash dalam Al Qur’an, Hadist atau KUHP yang berlaku di Indonesia. Menurut tinjauan hukum Islam, tindak kejahatan santet menurut pasal 295 RUU KUHP dapat dikriminalisasikan dengan catatan ada pembuktian, pembuktian bisa berupa persangkaan, saksi ahli, pemeriksaan setempat dan dapat dipidanakan sesuai KUHP dengan menerapkan beberapa pasal seperti pasal 546 (tentang menjual jasa yang dikatakan memiliki kekuatan ghaib), pasal 338 (tentang merampas nyawa), pasal 340 (tentang pembunuhan berencana), pasal 351 (tentang penganiayaan).


Kriminalisasi Santet juga sesuai dengan hukum Islam, karena factor syirik dan ada unsur kesegajaan. Santet termasuk amdun mahdlun (pembunuhan secara disengaja) dan penyelesaian dalam Islam dengan menggunakan asas subjectivitas hakim dalam berijtihad, tidak boleh taklid kepada orang lain/semasanya, dan menggunakan metode qiyas hal itu dilakukan apabila tidak ada nash dalam Al Qur’an, Hadist atau KUHP yang berlaku di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline