Lihat ke Halaman Asli

Saatnya Ahlul Quran Menjadi Influencer

Diperbarui: 17 Februari 2021   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur'an merupakan sabda Allah swt yang diturunkan ke bumi untuk dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia di dunia. 

Untuk menjadi sebuah pedoman hidup,  tentu Al-Qur'an haruslah mampu difahami dan diamalkan oleh manusia, dalam hal ini adalah umat Islam. Namun sayangnya masih banyak dari kita umat Islam yang belum memahami apalagi mampu mengamalkannya. Bagaimana mampu mengamalkan jika di antara kita masih ada yang belum mampu membacanya, karena al-Qur'an itu berbahasa arab. 

Permasalahan mendasar itu menjadi problem yang perlu ditindaklanjuti untuk dicari sebuah solusinya. Solusi penggerakan gemar baca Al-Qur'an yang kini sudah marak dilakukan oleh berbagai kalangan.  Namun, apakah selesai sampai di situ? masalah lain muncul, jika sudah mampu membaca apakah mereka mampu memahaminya? tentu saja belum. sebab gerakan gemar baca Al-Qur'an hanya mampu mengatasi problematika ketidakmampuan membaca,  sedangkan problem pemahaman terhadap Al-Qur'an masih belum teratasi. 

Untuk sampai pada level pemahaman terhadap Al-Qur'an, kita perlu mempelajari berbagai ilmu yang terkait di dalamnya.   Pemahaman hanya dapat dilakukan dengan cara mempelajari isi kandungan.  Tentu itu tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama. 

Ketika zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, persoalan tentang pemahaman terhadap al-Qur'an bukan menjadi hambatan, karena para sahabat akan langsung mengkonfirmasi setiap persoalan yang terjadi di antara mereka kepada Beliau. Bahkan, segala perilaku Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an. Siti Aisyah ra. Pernah menyatakan dalam sebuah riwayat ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhamad Saw. Maka jawaban beliau adalah "kana khuluquhu al-Qur'an' bahwa akhlaknya Nabi Muhamad adalah Al-Qur'an.  Jadi pada zaman Nabi segala perilaku nabi Muhamad adalah tafsir dari al-Qur'an, yang merupakan implementasi dari ajaran al-Qur'an itu sendiri. Namun,  bagaimana sekarang setelah sepeninggal Nabi Muhammad saw. Siapakah yang layak dan dianggap mampu merepresentasikan al-Qur'an?

 Jawaban yang pertama adalah ulama. Sesuai  dengan kaidah "al-Ulamau warotsatul anbiya'" bahwa ulama adalah pewaris para nabi.  Perilaku dan perbuatan seorang ulama seyogyanya adalah representasi dari al-Qur'an, sebab mereka mendapat kepercayaan sebagai pewaris Nabi. Maka menjadi keniscayaan perilaku seorang ulama harus mencerminkan perilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, sebagaimana layaknya sebagai ahli waris Nabi.

Selanjutnya yang dianggap layak adalah para hafizh dan hafizhah sebagai penjaga al-Qur'an. Mereka para hafizh dan hafizhah, Orang yang mendapatkan amanah menghafalkan Al-Qur'an adalah termasuk ahlul qur'an dan ahlul qur'an adalah ahlullah (keluarga Allah) . Sebagai ahlullah, seharusnya mereka selalu menjaga segala perilakunya. perilaku yang ditunjukkannya harus mencerminkan ajaran Al-Qur'an.

Ini bukan tugas yang mudah. Sebagai hafizh/hafizhah, tuntutan menjaga hafalan mereka agar tetap "mutqin" (menjaga kelancaran hafalan) juga merupakan tugas yang sulit. Mereka di sisi lain juga harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak bisa dihindari. Tugas yang berat itu mau tidak mau menjadi beban yang harus mereka tanggung sebagai konsekuensi menjadi ahlul Qur'an.

Pemahaman terhadap Al-Qur'an yang diaplikasikan pada kepribadian dan perilaku yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari oleh ahlul Qur'an seyogyanya menjadi inspirasi dan teladan bagi kalangan muda Islam. Selama ini mayoritas yang muncul dalam dunia influencer adalah dunia para artis yang inspirasinya seputar bagaimana kehidupan mereka yang glamour, yang justru jauh dari Al-Qur'an.

Kehidupan para hafizh/hafizhah jarang diekspose untuk dijadikan sebagai inspirasi dan panutan dalam kehidupan sehari-harinya. Beberapa pernah muncul bukan karena tentang hafizh Qur'annya, tapi lebih karena hubungannya dengan seorang artis, yang justru tidak inspiratif. Para hafizh/hafizhah lebih banyak memiliki sifat tawadhu, rendah hati. Apa yang mereka miliki dianggap sesuatu yang tidak patut untuk dipublikasikan. Bagi mereka, hafal al-Qur'an merupakan ibadah yang kaitannya dengan Sang Pencipta, sehingga sangat tidak etis untuk menjadi konsumsi umum. Padahal publik memerlukan sosok yang menginspirasi yang benar-benar mewakili generasi Islam yang rahmatan lil alamin, yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an. 

 Saatnya para hafizh/hafizhah menjadi influencer bagi generasi muda Islam di Indonesia. Mereka harus memberikan gambaran kehidupan yang islami yang sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadits. Kehidupan yang layak ditiru dan dijadikan panutan. bukan kehidupan glamour, seks bebas, maupun narkoba. Jangan sampai hal tersebut menjadi sesuatu yang lazim dan lumrah bagi kehidupan generasi muda kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline