Lihat ke Halaman Asli

Maura Nursabrina

Mahasiswa prodi sastra Indonesia, Universitas Indonesia

Bagaimana Jika Kenyataannya Tuhan Hanya Menciptakan Satu Takdir Saja?

Diperbarui: 14 Februari 2024   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pernyataan ini hanya sebuah pemikiran liar serta dikusi yang tidak komprehensif, sehingga tulisan ini digolongkan sebagai essai terbuka yang tentu jauh dari kriteria perujukan.

'Disclaimer : bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk menyinggung agama mana pun serta tidak merujuk pada suatu kelompok kepercayaan tertentu.'

----------------------------------------------------------------


Kita mulai dengan pertanyaan yang muncul pada judul besar essai ini, yaitu "Bagaimana jika kenyataanya Tuhan hanya menciptakan satu takdir?".

Selama ini kita mungkin memercayai bahwa Tuhan menciptakan keseluruhan takdir bagi setiap individu yang ada di dunia ini. Seperti saya, kamu, dia, dan mereka. Anggap saja kita merupakan sebuah individu tunggal yang memiliki kehidupan yang kompleks, kehidupan yang terdiri dari rangkaian peristiwa yang serba rumit dan terperinci di setiap adegannya.

Dalam sebuah rangkaian tersebut, kita akan merasakan berbagai perasaan sebagai bentuk respon dari setiap fenomena yang terjadi pada diri kita, baik yang fisik maupun metafisik. Perasaan yang muncul tersebut berujung pada imbas terlontarnya pernyatan terhadap baik dan buruknya sebuah takdir.

Manusia selalu mengembalikan segala pertanyaannya tentang dunia kepada Tuhan, lantas mengira bahwa ini memang keinginanNya. Namun, jika kita lihat kembali pada apa yang membuat manusia itu merasakan baik buruknya hidup adalah sebuah konstruksi masyarakat kolektif yang menuntun pada suatu tingkat kestabilan tertentu.

Pernyataan itu akan menuntun kita pada pembenaran bahwa manusia merupakan makhluk yang mencintai kestabilan. Seperti baut-baut atau kabel-kabel yang tersusun rapih pada setiap benda elektronik yang kita gunakan. Manusia membutuhkan kestabilan untuk menjaga hierarkinya sebagai makhluk terkuat di bumi serta keberlangsungan spesiesnya.

Sebagai contoh, manusia membuat produk hukum di dalam lingkup kolektifnya yang mana produk ini akan menciptakan stabilitas yang memungkinkan manusia untuk  mencapai kebertahanan spesiesnya. Dari mulai produk hukum sederhana seperti norma sosial sampai dengan undang-undang pasal berlapis.

Hal itu menjalar kepada setiap aspek kehidupan manusia modern ini, seperti misalnya struktur sosial, pembagian gender, status sosial, dan lain sebagainya.

Maka dapat kita sambungkan kepada pertanyaan lanjutan,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline