Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJMN) 2020–2024 menjadikan pembangunan infrastruktur menjadi salah satu agenda prioritas nasional untuk untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing serta mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar. Pengembangan infrastruktur dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena berperan penting dalam proses produksi dan distribusi hasil ekonomi nasional. Salah satu infrastruktur yang memiliki peran penting dalam menunjang akses transportasi adalah jalan tol.
Pada dasarnya jalan tol merupakan jalan alternatif dari jalan yang sudah ada. Pembangunan jalan tol bertujuan guna meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi. Jalan tol menjadi pilihan bagi masyarakat untuk menghemat waktu dan tenaga saat berkendara, baik yang sedang dalam perjalanan jauh maupun sebagai alternatif menghindari kemacetan di kota-kota besar. Namun pendanaan yang dibutuhkan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan tol cukup besar, sedangkan dana yang disediakan pemerintah terbatas. Maka solusi yang tepat ialah menemukan sumber pendanaan lain, yaitu berkolaborasi dengan pihak swasta. Perlunya partisipasi pihak swasta mulai dari pendanaan hingga pengoprasian menjadikan pihak swasta memiliki peran penting dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Metode kolaborasi ini dinamakan Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Public Private Partnership (PPP) merupakan skema penyediaan infrastruktur publik dengan melakukan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. PPP pertama kali diatur dalam Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, yang kemudian diperbarui dengan disahkannya Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU. Teknisnya, perencanaan pembangunan infrastruktur publik ditangani oleh pemerintah, sedangkan pihak swasta berperan menyediakan dan mengelola infrastruktur publik selama waktu yang telah disepakati. Dengan metode PPP ini diharapkan pihak swasta dapat menekan pengeluaran APBN maupun APBD sehingga pemerintah dapat memanfaatkan anggaran tersebut untuk menjalankan pogram lain yang menjadi prioritas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk menarik pihak swasta, pemerintah harus membuat kerangka kebijakan yang memadai dan jelas untuk memastikan keberhasilan PPP.
Terdapat beberapa skema dalam penerapan PPP untuk pembangunan infrastruktur jalan tol yang dapat dilakukan, diantaranya yaitu BOT (Build Operate Transfer), SBOT (Supported Build Operated Transfer) dan juga leasing. Skema BOT dapat diterapkan jika proyek tersebut layak secara ekonomi dan finansial, dimana pihak swasta mampu membiayai, membangun, dan mengoprasikan dalam jangka waktu tertentu sebelum diserahkan pada pemerintah. Skema SBOT diterapkan jika proyek tersebut layak secara ekonomi namun marginal secara finansial sehingga dibutuhkan bantuan pemerintah untuk meningkatkan kelayakan, dalam hal ini dapat berupa dukungan biaya pengadaan tanah maupun konstruksi.
Sedangkan pada skema leasing diterapkan jika proyek tersebut layak secara ekonomi namun tidak secara finansial, maka pembangunan dilakukan oleh pemerintah namun pengoprasian diserahkan pada pihak swasta. Ketiga skema tersebut memiliki tanggung jawab dan tingkat risiko yang berbeda-beda sebanding dengan keuntungan yang didapatkan. High risk high return, semakin tinggi keuntungan yang didapat maka semakin tinggi pula resiko yang ditanggung. Contohnya pada skema BOT yang mana keuntungan sepenuhnya menjadi milik swasta, memberi keuntungan yang sangat besar namun risiko kerugian juga sangat besar dan ditanggung sendiri oleh pihak swasta.
Meski begitu, dalam penerapannya terdapat hambatan yang disebabkan oleh konsep PPP yang belum matang, sehingga akan menyebabkan pembangunan infrastruktur menjadi tidak optimal serta timbulnya beberapa masalah yang akan melemahkan minat swasta untuk berinvestasi pada proyek pembangunan jalan tol. Masalah utama yang sering dihadapi adalah masalah pembebasan lahan, ketidakpastian lahan menjadi kendala bagi investor yang ingin menanamkan modalnya. Selain itu terdapat masalah terkait pembiayaan dan penjaminan infrastruktur serta konflik perbedaan pendapat antara pemerintah dan swasta. Oleh karena itu pemerintah diharap melakukan perbaikan regulasi pengadaan lahan berupa jaminan masa tunggu pengadaan lahan ataupun dalam pembiayaan pengadaan lahan.
Menanggapi hal tersebut pemerintah akhirnya membuat UU No. 2 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam rangka mengatasi permasalahan pembebasan lahan. Selain itu pemerintah juga membentuk BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) untuk mengatasi jika terjadi konflik antara pemerintah dengan swasta. Untuk mendukung rencana pembangunan jalan tol, pemerintah juga mengadakan Indonesia International Infrastructure Conference and Exhibition dengan tujuan menarik minat pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur yang didalamnya termasuk pembangunan jalan tol. Pemerintah juga melakukan pembenahan kerangka kelembagaan serta merevitalisasi Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang dinilai kurang efektif menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan kebijakan dalam pembangunan infrastruktur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H