Lihat ke Halaman Asli

Islam dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam berbagai persepektif telaah tentang hubungan Islam dan negara sejatinya selalu menjadi hal menarik untuk dikaji, Salah satu diskursus yang melahirkan persepektif berbeda adalah keterkaitan Islam sebagai agama punya garis singgung yang luas kaitannya dengan Negara.
Sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya menjadi tantangan tersendiri bagi Islam untuk diracik menjadi bentuk yang sangat dinamis. Dengan kata lain, Islam tidak hanya hadir sebagai agama pelengkap dalam konteks berbangsa dan bernegara yang plural ini. Lebih dari itu Islam diharapkan mampu berkontribusi lebih terhadap keutuhan NKRI.
Mengapa hal tersebut perlu penegasan kembali dalam tulisan ini? karena dalam beberapa hemat kami masih ada sebagian kelompok Islam yang sudah menyadari bahwa pancasila sebagai dasar Negara namun dalam perjalanannya masih mementingkan kelompoknya sendiri. Belum lagi mereka yang memang dari awal sudah menyatakan anti terhadap semua sistem yang dipakai sebagai acuan pemerintahan di Indonesia (pancasila dan demokrasi).
Demikianlah, bahwa perbedaan pandangan itu telah demikian lama berkembang yang sampai saat ini seringkali menjadi aral terbentuknya pola pikir kita untuk mampu mengkolaborasikan nilai-nilai dalam Islam dan demokrasi menjadi acuan dalam pemerintahan Indonesia ini.
Hal pokok yang harus dilakukan kaum muslimin Indonesia adalah merumuskan hubungan antara agama dan Negara, hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa Islam adalah agama yang punya hukum. Sebuah agama hukum hendaklah menentukan keterkaitannya secara komprehensif hubungan antara Negara dengan hukum itu sendiri. Karena kalau tidak, anggapan agama yang mempunyai ajaran hukum tidak akan tercapai dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi pertiwi ini.
Meminjam paradigmanya Gusdur, Pada garis besarnya, terdapat tiga macam responsi dalam hubungan antara Islam dengan Negara (state), responsi integratif, responsi fakultatif, dan responsi konfrontatif.
Dalam pandangan yang pertama, resopnsi integratif beranggapan bahwa dalam bentuk apapun Islam sama sekali menghilangkan kedudukan formalnya dan sama sekali tidak menghubungkan ajaran agama dengan urusan kenegaraan, hubungan antara kehidupan mereka dengan Negara ditentukan oleh pola hidup kemasyarakatan yang mereka konstruk, dengan kata lain dicontohkan kalau terdapat diantara mereka menjadi muslim yang baik dan sesuai dengan standart yang ada, itu terjadi karena banyak faktor yang melatarbelakangi, bisa jadi karena kesadaran pendidikannya, rasa toleransi yang tinggi, serta pluralismenya yang cukup.
Berbeda dengan anggapan responsi yang kedua yaitu responsi fakultatif, paradigma ini mempunyai kesimpulan bahwa sekelompok muslim yang sudah ada disalah satu birokrasi dengan kekuatan maksimal, maka ia akan terus berusaha mencoba merancang perundang-undangan yang sesuai dengan kepentingan secara umum umat muslim, kalaupun tidak berhasil dan gagal, kelompok ini tidak sampai memaksakan melainkan menerima aturan yang dianggap berbeda dari ajaran Islam.
Kita sudah faham bahwa sifat konfrontatif sejak awal menolak kehadiran kondisi dan situasi yang dianggap tidak Islami, sama halnya dengan responsi konfrontatif, paradigma ini juga mengasumsikan bahwa mereka tidak akan pernah menerima bentuk aturan macam apapun yang tidak berdasarkan atau bersumber dari Islam.
Lalu bagaimana dengan kondisi Islam di Indonesia sekarang ini, sayang tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan sebuah penilaian normatif yang cenderung menjastifikasi terhadap sebuah kelompok, golongan, dan kondisi tertentu, melainkan tulisan ini tidak lebih dari sekedar ingin hantaran guna memberi gambaran atau munkin bisa juga dibilang tawaran bagaimana kita sebagai muslim punya pilihan dalam bertindak dan bersikap sebagai warga Negara yang baik.
Bentuk alasan lain kenapa tulisan ini hadir karena kita masih memerlukan banyak injeksi pemikiran sebagai cerminan bahwa kita sebagai bangsa yang plural dan punya rasa toleransi guna terciptanya keutuhan dan rasa persatuan dibumi pertiwi ini.
Hidup Islam Hidup Demokrasi
*Disampaikan dalam pertemuan Pengantar Studi Islam Kelas G1 dan G2 Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline