Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Meminta Berkah di Makam Ratu Kalinyamat Desa Tulakan

Diperbarui: 31 Mei 2024   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ratu Kalinyamat: Ketangguhan, Spiritualitas, dan Warisan Abadi

Ratu Kalinyamat, seorang tokoh bersejarah yang memimpin Kerajaan Kalinyamat di Jepara, Jawa Tengah, tidak hanya dikenal karena keberaniannya dalam melawan bangsa Portugis, tetapi juga karena spiritualitas dan kekuatan spiritualnya yang menginspirasi banyak orang hingga saat ini. Dalam perjalanan hidupnya, Ratu Kalinyamat menghadapi berbagai cobaan dan tragedi, namun dia memilih untuk menemukan kedalaman batinnya melalui praktik tapa wudo yang kontroversial. Kisahnya mencerminkan keberanian luar biasa dalam menghadapi tantangan, serta pentingnya spiritualitas dalam perjalanan hidup manusia.

Kekuatan di Tengah Tragedi

Ratu Kalinyamat memimpin bersama suaminya Sultan Hadlirin pada tahun 1549. Tragedi melanda ketika suaminya dibunuh oleh Arya Penangsang, yang notabene adalah saudara sepupunya sendiri. Tragedi ini memicu kemarahan dan kesedihan mendalam dalam hati Ratu Kalinyamat. Banyak orang mungkin akan hancur oleh kejadian seperti ini, tetapi Ratu Kalinyamat justru memilih jalan yang berbeda. Ia memutuskan untuk meninggalkan dunia duniawi dan memulai perjalanan spiritualnya yang dalam dan penuh makna.

Tapa Wudo: Kontroversi dan Kedalaman Spiritual

Dalam pencariannya akan kedamaian batin, Ratu Kalinyamat memilih untuk bertapa di wilayah terpencil, Dukuh Sonder, Desa Tulakan, Donorojo, Jepara. Di sinilah dia melakukan praktik tapa wudo, yaitu bertapa sambil telanjang, sebagai bentuk pengorbanan dan kesucian spiritualnya. Meskipun banyak yang menafsirkan praktik ini secara harfiah, sebagai telanjang tanpa sehelai kain pun, namun ada juga yang melihatnya sebagai simbol meninggalkan segala persoalan dunia, termasuk kekuasaannya sebagai seorang ratu, untuk fokus pada spiritualitasnya. Ini adalah langkah radikal yang menunjukkan betapa mendalamnya komitmen Ratu Kalinyamat terhadap pencarian spiritualnya.

Praktik tapa wudo sendiri mengandung kontroversi. Di satu sisi, beberapa orang melihatnya sebagai tindakan ekstrem yang sulit diterima oleh norma sosial dan agama saat itu. Namun di sisi lain, praktik ini menunjukkan dedikasi Ratu Kalinyamat untuk mencapai pencerahan spiritual yang mendalam dan kesucian batin yang tinggi. Tapa wudo menjadi simbol dari upaya melepaskan segala keterikatan duniawi untuk mencapai kedekatan yang lebih besar dengan Tuhan.

Ikrar Balas Dendam dan Kekuatan Doa:

Selama bertapa, Ratu Kalinyamat berikrar tidak akan meninggalkan tempat tersebut hingga balas dendamnya terhadap Arya Penangsang tercapai. Ini bukan hanya soal dendam pribadi, tetapi juga soal keadilan dan kehormatan. Akhirnya, doanya terkabul ketika Arya Penangsang tewas dalam pertempuran dengan Danang Sutawijaya, yang kemudian menjadi Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Kejadian ini menegaskan bahwa ketekunan dalam doa dan praktik spiritual dapat membawa hasil yang signifikan.

Warisan yang Terus Hidup:

Hingga saat ini, situs Petilasan Ratu Kalinyamat di Dukuh Sonder, Desa Tulakan, Donorojo, Jepara, tetap menjadi tempat yang dikeramatkan dan menjadi destinasi wisata bersejarah dan religi. Tempat ini menarik banyak pengunjung, terutama pada malam Jumat Wage, yang datang untuk mencari berkah dan memohon pertolongan kepada Ratu Kalinyamat dalam berbagai kebutuhan dan keinginan hidup mereka. Kisahnya terus menginspirasi banyak orang, menunjukkan bagaimana spiritualitas dan kekuatan batin dapat menjadi sumber keteguhan di tengah tantangan hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline