Dalam pelayanan kesehatan, peran bidan seringkali menjadi penjaga utama kesejahteraan ibu dan bayi. Namun, di tengah kompleksitas tugas mereka, muncul dilema etika yang tak terhindarkan diantaranya adalah ketika seorang tenaga kesehatan melangkah keluar dari batas kewenangannya dalam praktiknya. Praktik di luar kewenangan bisa meliputi berbagai tindakan, mulai dari pemberian perawatan yang tidak sesuai dengan standar, hingga tindakan medis yang secara hukum hanya bisa dilakukan oleh dokter. Salah satu isu yang beredar saat ini adalah "Dugaan malpraktek oknum bidan di puskesmas Batang Batang hingga menyebabkan bayi meninggal".
Kasus ini diduga karena kesalahan penanganan dari tenaga kesehatan sehingga mengakibatkan bayi baru lahir meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi di puskesmas Batang-Batang pada Rabu malam 15 November 2023.
Berawal dari seorang wanita bernama Rumnaini bersalin di puskesmas Batang-Batang, awalnya proses persalinan ini berjalan secara normal bahkan ibu Rumnaini dan bayinya diperbolehkan pulang karena dinilai sehat. Namun pihak puskesmas meminta agar kembali lagi pada hari Sabtu untuk melakukan cek laboratorium.
Singkat cerita ibu Rumnaini dan bayinya datang ke puskesmas pada hari Sabtu sesuai permintaan dari pihak puskesmas. Sesampainya di puskesmas dilakukan pengambilan sampel darah dari tumit bayi yang dilakukan oleh seorang bidan. Pengambilan darah tersebut berjalan normal dan tidak ada gejala yang ditimbulkan akibat pengambilan darah tersebut. Sehingga pihak puskesmas memperbolehkan ibu dan bayinya untuk pulang.
Namun sejak Sabtu malam hingga Senin malam bayi tersebut mengalami demam dan muncul bekas lebam biru menghitam sehingga bayi tersebut dibawa kembali ke puskesmas Batang - Batang dengan harapan dapat mendapatkan perawatan. Akan tetapi faktanya puskesmas tidak dapat menangani gejala yang dialami oleh bayi sehingga bayi dirujuk ke Rumah Sakit Islam (RSI) Kalianget.
Setibanya di Rumah Sakit Islam Kalianget pihak rumah sakit menyatakan bahwa tidak sanggup karena kondisi bayi terus memburuk sehingga bayi tersebut dirujuk ke RSUD dr Mohammad Zis Sampang. Namun belum sampai di lokasi nyawa bayi sudah tidak tertolong.
Akibat kejadian tersebut diduga terjadinya malpraktik yang dilakukan oleh oknum bidan yang bertugas di puskesmas tersebut. Dugaan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan keluarga bayi bahwa sebelum dilakukan pengambilan darah tersebut kondisi bayi baik-baik saja dan setelah pengambilan darah tersebut ada kejanggalan dan kondisi bayi semakin memburuk.
Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 78 tahun 2014 proses pengambilan darah di tumit bayi ini merupakan upaya Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita.
Hal ini perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan yang profesional dan perlu adanya persetujuan dari orang tua bayi. Namun menurut informasi, pengambilan sampel darah ini dilakukan tanpa persetujuan orang tua bayi. Dengan demikian hal ini sudah melanggar kode etik dan hukum pelayanan kesehatan.
Terkait tindakan tersebut dapat disebutkan sebagai menyalahi "Kewenangan berdasarkan kompetisi", yang mana tindakan tersebut sudah sangat jelas termasuk dalam pelanggaran kode etik dan hukum sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU tenaga kesehatan. Selain itu, dalam Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan bahwa jika seorang perawat atau bidan melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien mengalami luka berat, maka dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun. Namun, jika melakukan tindakan kelalaian berat dan mengakibatkan kematian maka akan dipidana penjara paling lama 5 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H