Lihat ke Halaman Asli

Maulidina Mufarihana

Mahasisa prodi Matematika angkatan 2022 UIN Walisongo Semarang

Benarkah Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?

Diperbarui: 1 Juni 2024   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret saat guru les sedang mengajar/dokpri

Oleh : Najwa Alya Z., Mirda Septia H., Maulidina M.

Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah PPKN 

Mengutip dari lirik lagu "Hymne Guru" pada bait lirik terakhir yang pernah mengalami perubahan dari "pahlawan tanpa tanda jasa" menjadi "pembangun insan cendekia" pada 2007, yang disahkan melalui Surat Edaran PGRI Nomor 447/UM/PB/XIX/2007 tanggal 27 November, apakah benar guru layak disebut pahlawan tanpa tanda jasa? 

Perubahan teks "Hymne Guru" tersebut disertai adanya pertimbangan mengenai frasa "pahlawan tanpa tanda jasa"  yang terkesan menyepelekan profesi guru, sehingga peran guru sebagai pembentuk generasi bangsa seharusnya dapat diberikan apresiasi yang tinggi, meski hanya dari sekadar kalimat sanjungan.

Memang tidak mudah menjadi seorang pengajar di negara berkembang. Peran guru, baik yang memiliki gelar, ataupun hanya seorang pengajar biasa, masih belum dianggap penting akan keberadaannya. Seolah-olah guru tidak memiliki hak merdeka akan dirinya sendiri, dan profesi yang dijalaninya, terutama bagi seorang guru honorer. Adanya kesenjangan pendapatan antara pegawai pemerintah, pegawai negeri dengan tenaga pendidik, mengakibatkan rendahnya minat anak muda untuk menjadi pengajar, bahkan berkurangnya kualitas seorang pengajar.

Kesannya, guru bukanlah sebuah profesi, namun hanya tentang keluasan hati untuk mengajarkan ilmu. Sehingga, banyak orang, bahkan tidak sampai 50 persen warga negara Indonesia yang tertarik, atau hanya untuk sekadar melirik, apalagi sampai menggeluti profesi ini. Padahal, seorang guru memiliki tugas penting, bahkan tercantum dalam salah satu tujuan dari UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, adanya ikatan antara UUD dengan Pancasila dapat semakin terlihat melalui implementasinya dalam bentuk pengamalan kelima sila Pancasila.

Kegiatan belajar mengajar ini tidaklah harus dilakukan oleh seseorang yang bergelar sarjana, seperti pada stilah "Siapapun bisa disebut guru, jika ia memberikan suatu ilmu yang bermanfaat untuk orang lain." Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Jadi, kemampuan guru adalah suatu prilaku kemampuan seseorang dalam melaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab (Soejipo dan Kosasi 2009 : 37). 

Namun, tugas guru sejatinya tidak hanya mengajarkan ilmu secara tersurat. Melainkan juga mengajarkan hal-hal yang tidak tertulis dalam buku, seperti menanamkan ajaran ketauhidan, kesopanan yang meliputi perilaku beradab dan beretika, serta jiwa patriotisme.

Dalam kegiatan ini, ada beberapa manfaat yang dapat diambil, seperti, memanfaatkan waktu luang dengan baik, membantu sesama manusia, mencerdaskan anak bangsa, memahami psikologi anak, belajar mengontrol emosi diri, melatih public speaking, serta masih banyak lagi.

Sedangkan, dalam permasalahannya seringkali ditemukan ketika proses belajar mengajar, yaitu kendala dalam mengendalikan emosi siswa dan guru, persiapan yang kurang sempurna terutama dalam hal fasilitas, kurangnya interaksi dalam pembelajaran (pembelajaran bersifat pasif), sulitnya menjaga konsentrasi dan motivasi siswa, gangguan kedisiplinan antara guru dan murid, serta tingkat pemahaman yang berbeda antar siswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline