Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh sawah-sawah, aku menjalani hari-hariku dengan kesibukan yang biasa. Sejak kecil, aku selalu percaya bahwa cinta sejati itu ada. Namun, seiring berjalannya waktu, keyakinan itu mulai goyah, terutama ketika aku mengalami kegagalan dalam percintaan.
Namaku Zira, seorang perempuan berusia dua puluh tahun. Aku sebagai seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia. Setiap hari, aku berinteraksi dengan teman-teman yang ceria dan penuh semangat. Namun, di balik senyum dan tawa mereka, hatiku terasa gembira.
Berawal dari saat aku mengenal Tiwi, seorang teman kecil yang berawal dari sekolah dasar . Tiwi adalah sosok yang cerdas, penuh energi, dan memiliki senyuman yang bisa membuat hari siapa pun menjadi lebih baik. Kami sering menghabiskan waktu bersama untuk bercerita, berbagi mimpi dan harapan. Aku sering menceritakan seseorang kepada teman kecilku itu.
Suatu hari, saat aku dengan teman kampusku sedang mengikuti acara diaula Universitas. Aku menceritakan tentang seorang cowok yang aku suka kepada Tiwi. Nama cowok itu adalah Fando,seorang mahasiswa yang tampan. Aku menceritakan kepada Tiwi dengan gembira.
Semua berawal dari ketidak sengajaan. Aku suka karena ketidak sengajaan dan bukan karena keinginanku. Apakah aku benar-benar menaruh rasa? Aku pun tak tahu. Yang kutahu ini adalah takdir yang telah ditulis tuhan untukku.
"Yang itu lho, Wi..." ucapku pada Tiwi, sahabatku.
"Yang mana sih?"
"Yang itu loh... yang aku ceritakan kemarin kepadamu "
"Oh...si Fando?"
"Ya, mungkin," aku menjawab
"dia tanpan dan putih ya..." Tebak Virly.
"Iya, yang bulu matanya lentik kayak onta itu lho"
"Iya, dia kan yang kamu suka"
Dari situlah aku menceritakan bahwa namanya adalah Fando. Orang yang kemarin aku lihat di acara Universitas adalah Fando. Kurasa sejak saat itulah aku mulai menyukai Fando. Entah apa yang membuatku menyukainya? Tapi saat itu aku tidak butuh penjelasan apapun untuk perasaanku padanya.
Waktu demi waktu aku lalui. Hari telah berganti minggu dan minggu pun telah berganti bulan. Selama itulah aku selalu melihatnya dari sosmednya dengan senang hati. Lagi dan lagi, aku tak butuh penjelasan untuk itu semua. Aku mulai memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat padanya untuk menanyakan yang tidak penting. Hanya percakapan ringan yang tak berguna. Si Tiwi memintaku untuk mengaku kalau aku suka kepadanya, namun aku selalu menolak.
''Hallo apa kabar'' kirimku singakat
Dan ia membalas dengan singkat "baik, apa kabar juga dentanmu?".
''Aku baik'' kirimku singkat lagi. Hingga akhirnya ia tak lagi membalas pesanku. Aku begitu penasaran ke padanya. Tapi itu bukanlah salahnya.
Fando tak kunjung membalas pesanku. Aku semakin penasaran ke padanya. Akhirnya aku kembali mengirim pesan ke padanya. Pesan itu menyatakan tentang betapa penasaran aku atas apa yang Fando lakukan. Dia membalas pesanku sanangat lama.
Singkat cerita, Fando kembali membalas pesanku setelah aku penasaran tentangnya. Aku mulai memberanikan diri menanyakan sesuatu kepadanya. Aku merasa dia adalah orang yang bijaksana dan mengerti tentang semua hal. Dari sekian banyak ia membalas, ada satu hal yang selalu aku ingat.
"semangat belajarnya."
Sebuah kalimat yang membuatku bahagia saat itu. Dan aku selalu mengigat kalimat itu ketika aku terpuruk.