Lihat ke Halaman Asli

Akhlak Seorang Da'i

Diperbarui: 4 Juni 2024   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Maulida Putri Az-Zahra (Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Akhlak adalah respon spontan. Akhlak seorang dai adalah respon spontan seorang dai terhadap mad'u. Mad'u tentu beragam rupa perilakunya. Ada yang menyenangkan. Ada yang asyik dengan dirinya sendiri. Ada juga yang menguji batin seorang dai.

 Namun Allah meyakinkan, bahwa seorang dai bisa menjadi lembah lembut saat berhadapan dengan mad'u, apapun kondisinya. Allah tegaskan, "Maka berkat rahmat dari Allah kamu menjadi lemah lembut kepada mereka" (QS. Ali Imran/3: 159.

Dalam sejarah dakwah Nabi, ayat ini adalah jaminan Allah kepada Nabi bahwa seperti apapun respon mad'u kepada Nabi saat dia berdakwah , maka Allah akan melembutkan hati beliau. Tentu hal ini juga berlaku bagi para dai saat ini.

Faktanya, sejarah mencatat bahwa Nabi memperlakukan orang kafir Mekah dengan lembut. Nabi memandang mad'u sebagai objek dakwah dan saudara sesama manusia yang harus dikembalikan ke jalan kebenaran . Oleh karena pelanggaran seberat apapun yang mereka lakukan, Nabi tetap diam. Bahkan saat mereka melakukan upaya boikot.

Di Mekah Nabi diboikot secara ekonomi. Mereka mengumumkan apa saja yang Nabi beli agar tidak dijual dan apa saja yang Nabi jual agar tidak dibeli . Padahal ciri khas mata pencaharian masyarakat adalah berdagang dan Mekah adalah kota merkantilis.

 Sebagai seorang dai, Nabi menanggapi kondisi seperti ini dengan akhlak mulia. Allah berpesan "Dan sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).

Sampai di sini didapat dua akhlak seorang dai berdasarkan petunjuk al-Qur'an, yakni lemah lembut dan pemaaf. Tentang pemaaf, Allah berjanji, "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim" (QS. al-Syura/42: 40).

Akhlak berikutnya yang harus dimiliki oleh dai adalah memintakan ampunan bagi mad'u yang terlanjur berat berdosa kepada Allah. Hal itu tertuang dalam potongan ayat, "Mohon kan lah ampunan bagi mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).

Saat berdakwah di masyarakat Thaif Nabi diperlakukan secara zalim oleh mereka. Melihat hal itu malaikat berkata, "Hai Muhammad, jika kamu mau, aku bisa menimpakan al-Akhsyabain ( dua gunung besar yang ada di kiri dan Masjidil Haram). Rasulullah, menjawab "Tidak, namun aku berharap agar Allah melahirkan dari anak keturunan mereka ada orang-orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun" (HR. Bukhari).

Akhlak seorang dai selanjutnya adalah mau bermusyawarah bersama mad'u . Allah mengajarkan, "Dan bermusywarahlah dengan mereka dalam urusan itu" (QS. Ali Imran/3: 159).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline