Lihat ke Halaman Asli

Ibu Rumah Tangga, Profesi atau Bukan?

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DICARI: Orang dewasa yang berkepribadian matang, bisa bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sabar, teguh, dan dapat memotivasi diri sendiri. Harus mengurusi orang-orang yang kadang-kadang sangat manja, sulit, dan rewel. Tugas termasuk berbelanja, mengatur keuangan, bersih-bersih rumah, memberi konseling, memasak, dan memberikan pertolongan pertama. Diprioritaskan yang memiliki kendaraan. Memiliki komitmen seumur hidup dan tidak perlu pendidikan formal. Tidak ada pelatihan. Tidak ada kompensasi uang, tetapi tunjangan tambahan besar. (dari buku: Ketika Anak Sulit Diatur)

Ketika menemukan pengumuman seperti ini, apakah ada orang yang tertarik? Mungkin sebagian besar tidak. Sayangnya inilah fakta yang sementara kita hadapi saat ini. Seorang ibu yang sudah memutuskan untuk membentuk sebuah keluarga, akan berhadapan dengan sebuah dunia kerja yang seperti ini. Bebannya akan berkurang jika mereka memutuskan untuk tidak ingin punya anak. Namun ini jarang terjadi.

Banyak yang ‘underestimated’ terhadap pekerjaan ibu rumah tangga. Menganggap diri rendah, perempuan tak bekerja, dan sederet stigma yang kurang mendukung tentang peran seorang ibu. Hal ini sering terlihat ketika seseorang mengisi formulir dan pada kolom pekerjaan, ia akan melewatinya begitu saja, tanpa mengisinya sama sekali. Atau kalaupun diisi, ia lebih memilih untuk menulis profesi yang lain, yang saat itu sementara dikerjakan. Misalnya: marketing, wiraswasta, guru, dll.. Sepanjang masih ada pilihan lain selain ibu rumah tangga, mereka akan memilih itu. Atau pada kebanyakan percakapan, biasanya seorang ibu rumah tangga ketika ditanya, “Pekerjaannya apa?” ia akan menjawab hanya ibu rumah tangga.

Padahal seorang ibu rumah tangga adalah pekerjaan (profesi) seumur hidup dan tanpa gaji sama sekali. Kecuali kepuasan tersendiri manakala anak-anak telah berhasil menjadi seperti apa yang diharapkan oleh orang tua, mencapai sukses, dan bahagia dalam hidupnya. Mungkin imbalan inilah yang tak dapat dinilai dengan materi. Sayangnya, meski ia adalah sebuah profesi, namun tidak banyak persiapan yang orang-orang lakukan dalam memasuki dunia kerja ini. Mereka pada umumnya hanya mengandalkan insting, pengalaman, atau pelajaran-pelajaran (nasihat) tak tertulis dari orang tua mereka sebelumnya.

[caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="Sumber: channel.pandora.tv"]

[/caption]

Sekolah orangtua

Begitu seringnya saya menulis tentang masalah ini, sampai-sampai orang-orang mungkin bosan membacanya. Saya sangat terobsesi dengan terbentuknya sebuah sekolah yang menyediakan kurikulum lengkap tentang bagaimana menjadi orang tua. Karena betapa banyak kita temukan kasus-kasus masalah anak dan keluarga yang berawal dari ketidakmampuan orang tua menghadapi persoalan-persoalan sehari-hari anak-anak mereka. Orang tua ini merindukan sebuah panduan yang jelas, bagaimana cara mengendalikan semua perilaku anak yang seringkali membuat stres dan kewalahan.

Makanya tak heran jika seminar-seminar ataupun pelatihan-pelatihan keayahbundaan tak pernah sepi dari peminat. Ini menjadi salah satu bukti kuat bahwa pelatihan atau sekolah menjadi orang tua sangat dibutuhkan. Bersyukurnya, mereka yang rajin membaca, rajin mengikuti pelatihan/seminar jadi memiliki kemampuan yang lebih daripada mereka yang tidak sama sekali.

Untuk menghasilkan anak-anak dengan kualitas yang baik, tentu harus melalui usaha yang serius dan sungguh-sungguh. Tidak hanya mengandalkan perasaan, pengalaman, ataupun trial and error. Karena setiap anak dilahirkan unik. Makanya meski sering terjadi seorang anak yang memiliki kesamaan wajah dan sifat dengan salah satu dari kedua orang tuanya, tetap ia memiliki keunikan tersendiri. Sehingga dalam menangani setiap anak pun diperlukan keahlian atau skill yang akan membuat mereka mampu melalui fase-fase perkembangan dan fase-fase transisi dalam hidupnya.

Pada akhirnya menjadi ibu adalah sunnatullah atau hukum alam. Namun menjadi ibu yang profesional adalah pilihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline