Salah satu upaya yang dilakukan negara dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi setiap warga negara adalah dengan melaksanakan penegakan hukum yang jujur dan adil, termasuk pula didalamnya upaya negara untuk dan menanggulangi terjadinya tindak pidana pencucian uang (money laundering) yang memiliki danpak yang begitu besar terhadap perekonomian suatu bangsa dan negara. Istilah money laundering yang berasal dari bahasa Inggris kemudian diterjemahkan di Indonesia sebagai pencucian uang, yang dikategorikan sebagai kejahatan, baik itu yang dilakukan oleh badan hukum (korporasi) atau pun perseorangan. Adrian Sutedi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Pencucian Uang, mengungkap bahwa : Istilah pencucian uang telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini kemudian berkembang dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang saat ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU), yang menjadi dasar hukum (umbrella law) bagi penegak hukum dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan yang telah dirumuskan dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU. Perkembangannya sebagian pasal-pasal tersebut telah dicabut pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU No. 1/2023 tentang KUHP).Mengenai pihak-pihak pelapor yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK secara eksplisit telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, yang mana pihak-pihak tersebut terdiri dari Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang/Jasa. Pasal 17 UU No. 8/2010 tentang PP-TPPU, menentukan pihak pelapor yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transaksi mencurigakan, yang terdiri dari penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan/atau jasa lain. Penyedia jasa keuangan yang dibebani kewajiban untuk melaporkan adanya transasksi keuangan mencurigakan meliputi : a. Bank, b. Perusahaan Pembiayaan, c. Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, d. Dana pensiuan lembaga keuangan, e. manajer investasi, f. Kustodian, g. Wali amanat, h. Perposan sebagai penyedia jasa giro, i. pedagang valuta asing, j. Penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, k. Penyelenggara e-money dan/atau e-wllet, l. Korporasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, m. Pegadaian, n. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, p. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang, Sedangkan penyedia barang dan/jasa lain yang dibebani kewajiban untuk menyampaikan laporan adanya transaksi keuangan mencurigakan, meliputi : a. Perusahaan properti/agen properti, b. Pedagang kenderaan bermotor, c. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, d. Pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang.
Fakta menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencucian uang lebih dominan memanfaatkan lembaga keuangan, utamanya pihak Bank dengan cara menempatkan uang hasil kejahatan dalam transaksi sistem keuangan berupa deposito, tabungan, traveler chague, obligasi, saham dan instrumen keuangan lainnya. Berdasarkan statistik IMF 2006, hasil kejahatan yang dicuci melalui Bank-Bank diperkirakan hampir mencapai U$ 1. 500 miliar per tahun. Sementara itu, menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui Perbankan kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap U$ 600 miliar per tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H