Lihat ke Halaman Asli

Indonesia selalu Impor Beras, Apa Kerja Menteri Pertanian Selama ini?

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”Kebijakan impor beras menujukkan kekacauan manajemen pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Dalam skala lebih besar, kisruh soal beras –selalu berulang setiap akhir tahun-- juga merupakan ketidakjelasan tujuan, skema, dan kebijakan tata niaga beras.” [caption id="attachment_131172" align="alignleft" width="160" caption="Beras India (foto: www.google.com)"][/caption] INILAH IRONI SEBUAH NEGERI KAYA. Sebuah negeri di mana pemerintahnya amat gemar melalukan kebijakan impor, baik beras, gula bahkan sampai garam. Padahal, ini negeri sesungguhnya amat kaya raya dengan sumber daya alam tapi tidak mampu memanfaatkan secara maksimal karena kebijakan yang salah arah. Inilah pemerintah salah arah! Mari kita cermati bersama. Saat ini pemerintah telah memutuskan melakukan impor beras pada Oktober 2011 dari Vietnam sebanyak 500 ribu ton dan Thailand 300 ribu ton. Pemerintah juga tengah menjajaki impor beras dari Pakistan dan India. Kebijakan ini jelas bertentangan kebijakan perberasan dan tata niaga beras nasional. Meski produksi beras surplus, Indonesia ternyata justru kembali menambah impor beras. Argumen klasik yang selalu dikemukakan adalah guna menggenapi cadangan beras aman Bulog. Di mana letak persoalannya? Keputusan impor beras tersebut ternyata justru kontras dengan pernyatan pemerintah sendiri melalui menteri pertanian yang menyatakan bahwa target produksi 70,6 juta ton gabah kering giling akan tercapai hingga akhir tahun ini. Stok beras nasional juga dinyatakan sangat cukup oleh Menko Kesra hingga Desember 2011 yang mencapai 1,2 juta ton beras.  Keputusan tersebut juga bertolak belakang dengan Angka Ramalan II produksi padi tahun 2011 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). BPS melansir bahwa produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2011 ini mencapai 68,06 juta ton, atau setara dengan 38 juta ton beras. Dengan asumsi konsumsi beras nasional tahun ini  sebesar 27 juta ton, berarti ada surplus 11 juta ton. Nah, tentu ada beberapa kejanggalan dalam keputusan kebijakan impor beras. Pertama, pemerintah tidak lagi mempercayai dan tidak menghargai data produksi beras nasional. Angka resmi ramalan kedua produksi beras tahun 2011 adalah surplus sebagaimana disebut di atas. Karenanya, agak sulit dicerna akal sehat apabila pemerintah sendiri tidak mempercayai data surplus beras domestik yang dikeluarkan juga oleh instansi pemerintah. Kedua, kepentingan kesejahteraan petani sama sekali diabaikan. Kebijakan impor beras yang terkesan dipaksakan justru merupakan kondisi anomali dan bertentangan dengan semangat strategi revitalisasi pertanian yang pernah dicanangkan Presiden Susilo BambangYudhoyono. Apabila strategi tersebut hendak dilajalankan, maka pemerintah seharusnya berupaya membangun suatu institusi pasar beras yang lebih baik. Dan untuk itu pemerintah harus melakukanya secara sistematis dan terencana dengan melibatkan swasta dan masyarakat. Dalam konteks kebijakan impor beras, satu hal yang seringkali diabaikan adalah kenyataan bahwa sifat pasar beras dalam negeri itu memiliki struktur yang asimetris. Hal ini disebabkan oleh perbedaan informasi yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi perdagangan beras. Sehingga meskipun beras impor belum masuk ke pasar, permainan faktor psikologis ini akan menekan harga beli gabah petani oleh pedagang dan kemudian menaikkan harga jual beras.  Dengan demikian pedagang yang pandai akan menggunakan isu kedatangan beras impor untuk menekan harga petani. Semua hal di atas jelas menunjukkan akan kekacauan dalam kebijakan impor beras yang diambil pemerintah. Dalam skala yang lebih besar, kisruh soal beras yang berulang setiap akhir tahun juga merupakan ketidakjelasan tujuan, skema, dan setting kebijakan tata niaga beras. Permasalahan tata niaga beras di Indonesia bersifat multidimensi. Ia tidak saja bermuatan  ekonomi, tetapi juga sosial dan politik. Dalam ilmu ekonomi, persoalan impor dan ekspor beras sesungguhnya adalah aktivitas ekonomi biasa yang tidak harus dipersoalkan secara berlebihan. Hanya kemudian, kebijakan impor beras menjadi persoalan ketika hal tersebut dilakukan dalam jumlah besar disaat Cadangan Beras Pemerintah (CBP) masih berada pada titik aman, apalagi surplus. Dalam desain besar kebijakan pangan, impor beras yang terlalu besar dan dilakukan secara terus menerus hanya akan menimbulkan ketergantungan yang akut, baik secara ekonomi dan politik. Akibatnya, tingkat ketahanan pangan Indoensia akan melemah. Dalam konteks yang lebih spesifik, impor beras yang membanjiri pasar domestik juga akan menimbulkan berbagi konsekuensi dan implikasi yang patut diperhitungkan. Pertama, implikasi ekonomi. Seperti disebut di atas, angka resmi ramalan kedua BPS menunjukkan bahwa produksi beras tahun 2011 ini adalah 38 juta ton. Sementara perkiraan konsumsi 27 juta ton. Secara alamiah, apabila pasokan berlimpah, maka harga akan tertekan ke bawah. Konsumen akan menikmati rendahnya harga beras. Namun sebaliknya, rendahnya harga beras hanya menjadi catatan kesengsaraan petani karena margin keuntungan terbesar sesungguhnya bukan dinikmati petani, melainkan pedagang. Kedua, implikasi bisnis. Perdagangan beras tetap merupakan tambang rente ekonomi bagi para pedagang dimanapun. Pemburu rente akan menikmati keuntungan berlipat karena pasar domestik beras Indonesia hanya kebanjiran beras kualitas buruk. Ketiga, implikasi tata niaga. Impor beras yang tanpa memperhitungkan kinerja pola distribusi dan margin keuntungan hanya  akan memperburuk jurang (gap) pemisah antara harga ditingkat petani dan di tingkat konsumen. Semakin besar disparitas, semakin besar pula kemungkinan petani Indonesia tidak menikmati keuntungan atas hasil usaha taninya. Hal inilah yang menjadi sumber disinsentif bagi petani padi untuk meningkatkan produktivitasnya. (achmad maulani) Rekomendasi untuk dibaca: 1. http://sosbud.kompasiana.com/2011/07/28/dilema-beras-miskin-buat-si-miskin/ 2. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/09/06/menyoal-nilai-impor-beras-indonesia-yang-telah-mencapai-7-triliun-hingga-juli-2011/ 3. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/09/08/ketika-gudang-bulog-sudah-dipenuhi-beras-impor/ 4. http://id.berita.yahoo.com/impor-beras-semakin-tak-terkendali-085929173.html 5. http://bisnis.vivanews.com/news/read/246092-kembali-impor-beras--bulog-dikritik-dpr 6. http://cikarangonline.com/2011/09/bulog-import-beras-lagi-beras-lokal-terabaikan.html 7. http://ekbis.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=22820

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline