Lihat ke Halaman Asli

Maulani Pradiana

Seorang guru, penulis, pembaca, dan pemimpi.

Menilik dari Catatan Persidangan Perceraian Ria Ricis dan Teuku Ryan

Diperbarui: 5 Mei 2024   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

westpointfumc.org

Hari ini saya membaca dari akun gosip di media sosial tentang catatan sidang perceraian Ria Ricis dan Teuku Ryan.dalam akun tersebut disinggung pula alasan perceraian Ria Ricis dan Teuku Ryan.barangkali readers disini sudah membacanya pula, kalau berdasarkan apa yang saya baca tidak sedikit alasan terkait ketidakcocokan dengan mertua disebut-sebut dalam catatan tersebut (Dalam artikel ini saya hanya akan menyoroti sisi ini saja). Maksud saya menulis artikel ini bukanlah untuk memanas-manasi, apalagi menghakimi, hanya saja saya ingin kita bersama-sama menarik pelajaran dari kejadian ini.

1. Saat mencari pasangan hidup bukan hanya tentang kecocokan kita dan calon pasangan melainkan juga dengan mertua dan ipar.
 
Dalam memilih pasangan hidup, tidak hanya sebatas keserasian antara dua individu yang sedang menjalin hubungan, tetapi juga kualitas hubungan dengan keluarga calon pasangan, seperti mertua dan ipar. Hal ini penting karena dinamika keluarga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas dan keberlangsungan hubungan tersebut. Mempertimbangkan kompatibilitas dengan keluarga calon pasangan juga dapat membantu membangun fondasi yang kuat untuk hubungan masa depan.

2. Pada dasarnya dalam pernikahan adalah SALING.

Ya betul, PERNIKAHAN= SALING. Ketika yang satu mengalah, maka yang satu lagi juga harus turun egonya. Ketika pasangan kita merasa sakit hati dengan perkataan orang tua kita maka kita harus jadi pihak yang menenangkan pasangan kita tanpa menjelekkan pihak manapun bukan pula dengan menganggap remeh apa yang dirasakan oleh pasangan kita. Contoh :
ketika pasangan kita berkata : "Aku sakit hati dengan perkataan ibu kamu", maka sebagai pasangan baik janganlah berkata "iya memang ibuku tuh salah" atau pula janganlah berkata "perasaan kamu aja kali itu.. terlalu baper". Mungkin ada baiknya kita berkata "oh iya? kenapa kamu bisa merasa seperti itu?" lalu kita dengarkan POV dari pasangan kita, kemudian "oh gtu, maaf ya sayang, kayakya mamahku gak bermaksud berbicara seperti itu" atau bisa bicara hal lainnya tergantung dengan situasi dan kondisi masing-masing.

Disatu sisi yang lain, apabila posisi kita adalah sebagai menantu yang sakit hati terhadap ucapan mertua, berusahalah sebisa mungkin untuk positif thinking dan menerima dengan hati yang terbuka. Susah memang rasanya, tapi cobalah kita mengerti sedikit demi sedikit tentang kepribadian mertua kita. Ya tentu dalam batasan yang wajar.

3. Tentunya.. adalah betul bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga.
Harapannya adalah laki-laki dapat menjadi sosok yang melindungi martabat dan hak istrinya, mampu melindungi nama baik istrinya terutama didepan keluarganya sekaligus mampu mengajak istrinya tetap menghormati dan menghargai ibu dan keluarganya.

Terakhir, marilah kita jangan mengahkimi pihak manapun karena pada dasarnya kita tidak menjalani kehidupan orang tersebut, saya mendoakan kepada pasangan diatas dapat menemukan kebahagiannya masing-masing. Termasuk para readers Agar mendapat kebahagiaan yang readers dambakan. Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline