Aku...
Ntah mengapa diri ini terlahir,
terjebak diruang lingkup fana,
kata syukurlah yang membimbing,
membantu proses perjalanan.
Awalnya bingung sejenak,
''Mengapa harus Aku?'',
ternyata semua ini ada maksud,
karena kesanggupan menjadi jawaban.
Kudekap telinga ketanah,
detak detak tanah tak berbunyi,
ternyata Aku lebih spesial dibanding dia,
padahal, kami sebenarnya sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H