[caption id="attachment_285732" align="alignnone" width="640" caption="Jadi pohon apa dong?!"][/caption] [caption id="attachment_285733" align="aligncenter" width="448" caption="Pohon semangka kah??? Tapi buahnya tidak seperti sirih..."]
[/caption] [caption id="attachment_285734" align="aligncenter" width="448" caption="Apel?!"]
[/caption] [caption id="attachment_285735" align="aligncenter" width="448" caption="Iya, apel !!"]
[/caption] [caption id="attachment_285739" align="aligncenter" width="448" caption="Apel jawa !!"]
[/caption] [caption id="attachment_285740" align="aligncenter" width="448" caption="Oh, my God. Ternyata nggak ada daunnya !!"]
[/caption] Pernahkah Anda mengunjungi Jepang di awal musim dingin, kemudian blusukan ke daerah pinggiran? Kalau pernah, pasti dari awal Anda sudah bisa menjawab pertanyaan di atas. Apel Jawa, alias kesemek, alias persimmon di kota besar di Indonesia mungkin sudah jadi buah langka. Sebaliknya di Jepang, kesemek menjadi buah primadona di akhir tahun. Uniknya, atau lebih tepat sayangnya, buah ini banyak yang tidak dipetik dan dibiarkan membusuk begitu saja, padahal dedaunannya telah habis berguguran. Kesemek dibanding buah lain sebetulnya bukan buah mahal. Di supermarket, untuk kualitas sedang, harganya lebih dari 10.000 rupiah per butir. [caption id="attachment_285782" align="aligncenter" width="448" caption="Buah kualitas sedang. Harga SALE 99 yen per butir."]
[/caption] [caption id="attachment_285783" align="aligncenter" width="448" caption="Kualitas rendah dijual per kotak, sekitar 3 kilogram, seharga 500 yen."]
[/caption] [caption id="attachment_285784" align="aligncenter" width="448" caption="Jarang ada orang lewat. Entah siapa yang mau beli."]
[/caption] Buah kesemek juga dijual dalam bentuk kering yang biasa disebut hoshigaki. Dalam tradisi Jepang, hoshigaki sering dijadikan hantaran atau bingkisan di tahun baru. Orang Jepang sendiri tidak sedikit yang lebih bangga menghadiahkan hoshigaki buatan sendiri. Jangan heran, menjelang akhir tahun banyak hoshigaki dijemur di sekitar rumah. [caption id="attachment_285850" align="aligncenter" width="448" caption="diangin-anginkan di depan gudang"]
[/caption] [caption id="attachment_285851" align="aligncenter" width="448" caption="berdampingan dengan mobil kesayangan"]
[/caption] [caption id="attachment_285852" align="aligncenter" width="448" caption="pasti keluarga besar"]
[/caption] [caption id="attachment_285854" align="aligncenter" width="448" caption="stok untuk dua-tiga hari, padahal proses pembuatannya berminggu-minggu"]
[/caption] [caption id="attachment_285855" align="aligncenter" width="448" caption="di supermarket dua butir hanya 430 yen saja"]
[/caption] Akhirnya ada kawan yang mau mengajari saya membuat hoshigaki. Ternyata prosesnya tidak serumit yang saya kira. Karena mudah, langsung di awal Bulan Desember ini saya praktekkan dengan 30 biji kesemek. Buah tersebut hanya tinggal dicuci, dikupas (sisakan daun kelopaknya), kemudian diikat satu per satu. Setelah semuanya siap, tinggal digantung di tempat terik dan berangin. Setelah dua hingga tiga minggu, tak dinyana buah kesemek tersebut telah berganti nama menjadi hoshigaki. Mudah bukan?! Karena jemuran di rumah sedang penuh, hoshigaki yang saya buat hanya dibariskan di lantai. Lima hari pertama hampir tidak ada perubahan. Setelah lewat satu minggu, bagian dalam menjadi lembek. Tekstur permukaannya pun berubah, dan ukurannya perlahan menciut. [caption id="attachment_285778" align="aligncenter" width="448" caption="Inilah hasil karyaku *photo kwalitas hp*"]
[/caption] Hari Ahad kemarin genap tiga minggu. Ukuran buah telah mengecil hingga hampir setengahnya. Hasilnya.... Wow, saya buang semuanya! Ternyata banyak jamur berwarna abu-kehitaman di balik daun kelopaknya. Daripada mati keracunan di negeri orang, lebih baik ambil jalan aman. Alhamdulillah masih banyak stok makanan lain. Salam Damai !! >>Dapat masukan dari mas/mbak (?) Askinas K, ternyata buah kesemeknya harus direbus dulu biar nggak jamuran. Ada juga yang menambahkan sulfur dgn takaran tertentu<< >Semua photo hasil dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H