Ontologi sebagai landasan filsafat: refleksi
Ontologi adalah salah satu cabang filsafat tertua. Secara etimologis, kata ini berasal dari dua kata Yunani: "ontos" yang berarti "menjadi" atau "hidup" dan "logos" yang berarti "ilmu" atau "studi". Jadi, secara harafiah ontologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan. Namun, di luar definisi tersebut, ontologi memiliki peran yang lebih luas dalam konteks filosofis. Ontologi tidak hanya menggambarkan apa yang ada, tetapi juga berupaya menjelaskan hakikat kehidupan itu se
ndiri, apa arti "kehidupan", dan bagaimana memahami kehidupan.Pertanyaan kunci ontologis: Apa yang ada di sana?Ontologi sering kali berfokus pada pertanyaan kunci: "Apa yang ada?" Pertanyaan ini mungkin tampak sederhana, namun sangat kompleks dan telah menimbulkan banyak diskusi mendalam. Ketika kita bertanya apa yang ada, kita tidak hanya membicarakan benda fisik seperti meja atau pohon, tapi gagasan abstrak seperti angka, nilai moral, dan bahkan Tuhan.
Beberapa filsuf seperti Parmenides berpendapat bahwa hanya ada satu entitas yang kekal dan tidak berubah. Namun, filsuf seperti Heraclitus percaya bahwa realitas terus berubah dan bergerak, sehingga keadaan diam dan diam hanyalah ilusi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses berpikir zaman dahulu pun terdapat banyak argumen mengenai hakikat kehidupan.
Saat ini, seiring kemajuan ilmu pengetahuan, pertanyaan-pertanyaan ontologis menjadi semakin kompleks. Misalnya, dengan berkembangnya fisika kuantum, para ilmuwan mulai mempertanyakan keberadaan objek subatom di berbagai keadaan pada waktu yang bersamaan. Pertanyaan lain pun muncul: bisakah kita mengatakan bahwa kehidupan didasarkan pada pemikiran?
Metode Fisik vs Metode Eksternal
Salah satu perdebatan utama dalam ontologi menyangkut keberadaan benda fisik dan abstrak. Benda fisik seperti batu, kayu, atau tubuh manusia merupakan fenomena yang dapat diamati, diukur, dan dipahami dengan menggunakan indera kita. Namun, banyak aspek kehidupan manusia yang mempengaruhi keseluruhan tubuh. Konsep-konsep seperti usia, hubungan, bahasa, dan nilai-nilai moral tidak memiliki bentuk fisik tetapi penting untuk pemahaman kita tentang dunia.
Dalam konteks ini, filsuf Plato terkenal dengan konsepnya tentang "dunia gagasan" atau "teori bentuk". Bagi Plato, dunia hanyalah bayangan dari dunia intelektual yang lebih tinggi, yang nyata dan permanen. Misalnya lingkaran di dunia fisik tidaklah sempurna, tetapi gagasan dan konsep lingkaran sempurna ada di dunia khayalan. Pandangan ini mencerminkan keyakinan bahwa yang abstrak memiliki realitas yang lebih dalam dibandingkan objek fisik yang kita lihat sehari-hari. Namun, tidak semua ahli sepakat. Filsuf seperti David Hume dan Bertrand Russell percaya bahwa entitas bersifat permanen dan dapat diketahui atau diukur secara langsung dengan instrumen ilmiah. Bagi mereka, konsep abstrak adalah satu-satunya cara untuk mengatur dan memahami dunia, namun tidak ada realitas absolut.
Ontologi dan Metafisika
Ontologi adalah bagian dari metafisika, cabang filsafat luas yang membahas pertanyaan tentang realitas dan kehidupan pada tingkat yang lebih dalam. Meskipun ontologi dan metafisika digunakan secara bergantian, terdapat perbedaan signifikan di antara keduanya. Ontologi adalah studi tentang apa yang ada, tetapi metafisika lebih luas dan mencakup pertanyaan tentang sifat dasar realitas, penyebab utama, dan hubungan antara pikiran dan materi.
Misalnya, metafisika mungkin menanyakan mengapa sesuatu itu ada atau bagaimana pikiran berinteraksi dengan tubuh. Pada saat yang sama, ontologi lebih fokus pada apa yang ada dalam suatu situasi. Dalam kebudayaan Barat, filsuf seperti Immanuel Kant membedakan antara "subjek" (apa yang kita alami) dan "noumenon" (apa yang berada di luar pengalaman kita). Kant mengatakan bahwa kita hanya mengetahui dunia melalui indera kita, dan bahwa konsep kita tentang realitas mungkin berbeda dari cara kita melihatnya.