Lihat ke Halaman Asli

Urgenitas Pengawasan Terhadap Lembaga Zakat

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Marhaban Ya Ramadhan, bulan berkah sudah tiba. Datangnya bulan Ramadhan selalu ditunggu bagi muslim diseluruh penjuru manapun, karena dibulan ini keberkahan datang melimpah. Salah satu keberkahan dalam ramadhan juga dirasakan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam bulan ramadhan dapat dikatakan sebagai bulan “panen” bagi lembaga amil zakat. Hal ini dikarenakan banyak orang (muzaki) yang membayar zakat menunaikan kewajiban zakatnya di bulan ramadhan. Motivasi muzaki memilih bulan ramadhan untuk membayar zakat karena mengharapkan keberkahan dan pahala lebih dalam menunaikan zakat infaq shadaqoh wakaf (Ziswaf). Banyak masyarakat yang lebih senang mengumpulkan zakatnya selama setahun dan kemudian dibayarkan saat Ramadhan. Jika dihitung, sebuah lembaga zakat dapat menghimpun 45% total perhimpunannya selama setahun disaat ramadhan saja. Sedangkan sisanya 55% tersebar di 11 bulan lainnya.

Menjamurnya lembaga amil zakat sekarang ini mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positifnya ialah potensi zakat yang ada dapat terserap secara maksimal oleh lembaga amil zakat yang tersebar. Selain itu muzaki lebih banyak pilihan untuk menentukan lembaga amil zakat mana yang dipilih daam pembayaran zakat. Sedangkan dampak negatifnya adalah lemahnya pengawasan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga zakat. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya lembaga amil zakat yang muncul dan minimnya pihak yang melakukan pengawasan.

Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2011 pasal 34, pembinaan dan pengawasan lembaga amil zakat dilaksanakan oleh Menteri Agama, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal pembinaan, menurut undang-undang meliputi; sosialisasi, fasilitasi dan edukasi. Sedangkan pengawasan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat, mencakup pelaporan, audit syariah dan audit keuangan.

Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2014 pasal 75, menetapkan kewenangan Kementerian Agama untuk melakukan audit syariah atas laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan LAZ. Melalui audit syariah dapat diketahui dan dipastikan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan badan amil zakat dan lembaga amil zakat telah memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam (shariah compliance) serta untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh oleh amil zakat.

Keberadaan dewan pengawas syariah sangat diperlukan selain untuk memberikan kontrol syariah dan pendidikan, dewan pengawas syariah dalam struktur Lembaga Amil Zakat) akan meningkatkan kepercayaan terhadap lembaga amil zakat apabila dewan pengawas syariah melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya. Dengan begitu akan memberikan jaminan atas pengelolaan dana zakat sesuai dengan hukum-hukum zakat dan memberikan keyakinan bahwa personil lembaga amil zakat layak sebagai amil zakat. Selain itu, dewan pengawas syariah dapat mendorong lembaga amil zakat untuk menciptakan “good corporate governance.” Hal ini akan bermanfaat karena dengan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, akan mendorong muzaki menyalurkan zakatnya melalui lembaga amil zakat, dan tidak lagi disalurkan secara individu masing-masing muzaki.

Pengawasan terhadap lembaga amil zakat sesungguhnya terkait erat dengan program yang direncanakan lembaga amil zakat tersebut, karena itu inti dari tujuan pengawasan adalah menjamin tercapainya tujuan lembaga amil zakat dengan cara mengembalikan atau meluruskan berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan yang diprogramkan sehingga zakat benar – benar bisa diberdayakan untuk mengentaskan masalah perekonomian yang ada saat ini. Kepercayaan tersebut harus dibangun melalui akuntabilitas publik melalui pertanggungjawaban keuangan terutama operasional syariah lembaga amil zakat. Tujuan pengawasan haruslah positif, yaitu untuk memperbaiki, mengurangi pemborosan uang, waktu, material dan tenaga. Di samping itu, pengawasan juga bertujuan untuk membantu menegakkan agar peraturan ditaati, sehingga dapat mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya.

Agar pengawasan terhadap lembaga amil zakat menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kreteria tertentu. Kreteria-kreteria pengawasan tersebut diantaranya ialah bahwa sistem seharusnya: mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, pengawasan harus tepat waktu, pengawasan dengan biaya yang efektif efisien, pengawasan dituntut tepat-akurat, dan pengawasan harus dapat diterima oleh yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut semakin efektif sistem pengawasannya. (Maulana Fiqi Ilhami, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline