Lihat ke Halaman Asli

Kejutan di pagi hari

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kalimalang, Jakarta Timur. 05.30 WIB

Ini hari ke tujuh Siti ada di Jakarta. Pergi dari Tegal ke ibukota yang katanya keras memang berat. Apalagi harus meninggalkan ayah dan ibunya yang kerja sebagai petani di sawah milik juragan dari kota. Kasihan Aisyah dan Mahmud. Biasanya, Siti yang menyiapkan sarapan dan seragam kedua adik kecilnya setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Membersihkan rumah sambil menjaga warung kopi kecil di depan rumah dan menyiapkan makan siang untuk bekal istirahat ayah ibunya di sawah. Mengingat kembali ilmu yang pernah ia pelajari dulu ketika membantu kedua adiknya mengerjakan PR di sore hari.

Siti baru berumur 16 tahun. Ia hanya lulus madrasah setingkat SMP. Ia tidak melanjutkan sekolah meskipun orang tuanya tidak memaksanya berhenti. Ia sadar sebagai gadis desa, pendidikan tinggi tidak terlalu penting. Selama ia pandai menghitung dan mengatur uang belanja dan bisa memasak banyak makanan enak, masa depannya akan terjamin. Setidaknya itu yang ia pikirkan.

Tapi Tuhan sedang menguji keimanan Siti tahun ini. Panen ayah dan ibunya hampir gagal diserang ulat bulu yang entah dari mana asalnya menyerang hampir semua sawah di desa dan seluruh Tegal dan terus menuju ke Cirebon. Padi-padi keemasan yang dua hari lagi siap dipanen rusak. Warung kopinya mulai jarang dikunjungi pelanggan karena semua orang sibuk membersihkan rumah dan enggan gatal-gatal karena ulat bulu. Benar-benar tahun yang berat buatnya karena keuangan keluarga mulai menipis. Saat itulah ia dengan berat hati minta ijin ayah dan ibunya untuk ikut Sumiati ke Jakarta. Dan disini lah ia sekarang. Tinggal bersama Sumiati di rumah petak kontrakan kecil dan kerja di kios buah-buahan segar di pinggir jalan Kalimalang, Jakarta Timur bersama Sumiati.

***

Namanya Jakarta, muazdin belum mengumandangkan adzan subuh saja jalanan sudah berisik suara motor dan mikrolet. Apalagi di Kalimalang yang jadi pintu penghubung Bekasi dan Jakarta. Jalur dua arah selebar 12 meter itu dijamin selalu padat meskipun hari libur nasional sekalipun. Dan pagi ini bukan hanya berisik suara motor dan mikrolet saja yang harus dihadapi. Ia harus hujan-hujanan ke lapak jualannya dan sesekali menghindari becek yang masih menggenangi ruas jalan akibat meluapnya sungai Kalimalang karena hujan deras semalam. Sialnya, pagi itu bukan hanya genangan air dan Lumpur yang mengotori lapak jualan Siti, juga ada sesosok tubuh yang terbaring kaku dan membengkak di bawah lapak jualan. Pagi itu, Siti menjerit sekuat-kuatnya merobek redup cahaya pagi. Tiba-tiba semua menjadi gelap dan terdengar bunyi keras suara tubuh jatuh ke tanah.

Danny Maulana, Jakarta 24-25 September 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline