Judul Buku : Ratu Adil
Penulis: Sartono Kartodirdjo
Penerbit : Sinar Harapan
Tahun Terbit: 1948
Kota Terbit : Jakarta
Buku "Ratu Adil" karya Sartono Kartodirdjo menyajikan analisis mendalam mengenai gerakan sosial dan agama di Indonesia, khususnya pada abad ke-19 dan ke-20. Dalam konteks ini, penulis menyoroti bagaimana gerakan-gerakan tersebut sering kali dipimpin oleh elite desa dan melibatkan kaum tani sebagai basis massa. Gerakan yang dikenal dengan istilah milenarianisme ini memiliki karakter revolusioner dan radikal, yang secara eksplisit menolak status quo dan sering kali berujung pada pemberontakan terhadap kekuasaan penjajah.
Salah satu tema sentral dalam buku ini adalah kepercayaan terhadap sosok Ratu Adil, yang merupakan simbol harapan bagi masyarakat yang tertindas. Kepercayaan ini berakar dalam tradisi masyarakat dan berfungsi sebagai pendorong utama bagi gerakan sosial yang muncul. Dalam konteks ini, struktur sosial desa yang berfokus pada hubungan kekerabatan dan kewajiban timbal balik memainkan peran penting dalam dinamika gerakan tersebut. Para pemimpin agama tradisional, meskipun tidak memiliki dukungan resmi dari negara, memiliki pengaruh yang signifikan dalam menggerakkan massa. Mereka mampu memobilisasi dukungan dari masyarakat, meskipun dengan berjalannya waktu, sekularisasi dan pengaruh Barat mulai mengurangi kekuasaan dan pengaruh politik mereka.
Buku ini juga membahas perkembangan politik di Indonesia, terutama dalam transisi dari perhimpunan politik tradisional menuju bentuk yang lebih modern. Krisis sosial-politik yang terjadi, seperti yang diramalkan oleh Jayabaya, menyebabkan perubahan dalam loyalitas masyarakat dari bentuk tradisional menuju identitas nasional. Dalam konteks ini, partai politik muncul sebagai aktor penting dalam mobilisasi massa dan integrasi sektor tradisional ke dalam sistem politik modern. Namun, penulis mencatat bahwa seringkali, keuntungan dari mobilisasi ini lebih banyak menguntungkan partai politik itu sendiri daripada kaum tani yang menjadi basis dukungan mereka.
Sistem pajak tanah dan peraturan kolonial yang diterapkan oleh pemerintah penjajah menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan bagi petani. Hal ini memicu munculnya gerakan protes yang menuntut keadilan sosial. Pembentukan organisasi petani di tingkat desa menjadi langkah penting dalam perjuangan mereka, meskipun ikatan tradisional masih tetap berpengaruh. Mobilisasi ini tidak hanya membuka hubungan baru dengan lembaga modern, tetapi juga menciptakan faksionalisme di kalangan petani, yang dapat memperburuk ketegangan di masyarakat.
Konflik agraria dan perbedaan kepentingan sosial-politik semakin memperburuk polarisasi di masyarakat. Ketegangan ini menciptakan potensi kekerasan, terutama ketika tindakan agresif diambil terhadap kekuatan reaksioner dan feodal. Dalam konteks ini, perjuangan untuk reformasi tanah dan keadilan sosial menjadi bagian integral dari gerakan yang lebih luas melawan penindasan.