"Banyak warga kami yang masih kelaparan dikarenakan gempa 7.0 (SR) meratakan rumah kami hingga semua bahan makanan kami serta penghasilan kami terhentikan. Jikapun gempa sudah berhenti kami tidak tau lagi harus tidur dimana karena rumah kami sudah rata dengan tanah.."
Demikian pengakuan seorang warga sekaligus koordinir posko pengungsian di Gunungsari, Lombok Barat dalam survei singkat posko pengungsian korban gempa bumi Lombok, 1-6 Agustus 2018 kemarin. Ia mungkin tampak tegar membantu sesama korban gempa. Namun jauh di lubuk hatinya ia tetaplah manusia biasa yang membutuhkan tempat berkeluh kesah, mencurahkan segala permasalahan hidup yang tengah dihadapi.
7 skala richter bukan angka main-main. Dalam sejarah gempa di pulau Lombok, sejak tahun 1856 hingga 2018 angka tersebut merupakan magnitudo terbesar yang pernah dialami penduduk setempat.
Harian KOMPAS melaporkan Korban jiwa mencapai 105 orang dari dua gempa besar dan lebih dari 500 gempa susulan selama sepekan. Kerusakan material pun tak tanggung-tanggung. BNPB mencatat 21 desa menjadi terisolir akibat gempa. 236 orang terluka dan ribuan orang mengungsi.
Tidak cukup sampai disitu, beraneka permasalahan sosial turut merundung penduduk pulau seribu masjid tersebut. Beredarnya isu tsunami, pencurian, dan kebakaran pasar mengiringi susulan demi susulan gempa yang terus dipantau dan dilaporkan oleh BMKG.
Lalu pada hari ini, 7 Agustus 2018, seorang rekan tenaga kesehatan yang kebetulan tinggal di daerah terdampak bencana, Batuyang, Pringgabaya, melaporkan bahwa terdapat beberapa posko pengungsian belum mendapatkan bantuan yang memadai. Disebutkannya bahwa salah satu posko pengungsian masih sangat kekurangan bahan makanan dan alas untuk tidur.
"Tadi sempat ada pihak memberikan bantuan 3 dus mie, 5 selimut dan 2 tray telur. Mas, disini pengungsi ada lebih dari 500 orang, warga kami masih sangat mengalami kekurangan" tuturnya.
Sementara seorang sejawat Apoteker yang bekerja di Lombok Barat menceritakan apa yang dialaminya saat berkunjung ke suatu kawasan di Lombok Utara.
"Kemarin Sabtu saya dari Obel-obel. Hampir nggak ketauan sama sekali (tidak terekspos media.red) Satu kampung itu rata dengan tanah. Makanya saya pikir, ya Allah, kasihan".
Maka hari ini, 7 Agustus 2018 saya bermaksud mengadakan survei kecil-kecilan. Dibantu dengan rekan-rekan relawan tenaga kesehatan yang bertugas di kawasan terdampak bencana, kami mengumpulkan data posko yang sampai saat ini sangat memerlukan bantuan. Berdasarkan laporan sukarela dari para pengurus posko pengungsian, terdapat sedikitnya 18 posko yang masih menantikan adanya uluran tangan berupa bantuan makanan, alas tidur, obat-obatan, perlangkapan mandi serta sembako.
Semoga ada pihak yang terketuk hatinya untuk turut berempati atas bencana yang melanda saudara-saudara kita di Lombok. Uluran tangan Anda sangatlah berarti bagi mereka yang kini tengah meringkuk kedinginan, menahan lapar dan kesedihan di hati akibat kehilangan tempat tinggal, maupun orang-orang yang mereka cintai.