Lihat ke Halaman Asli

maula hikmatul

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Ijtihad dalam hukum Islam

Diperbarui: 14 Desember 2024   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

IJTIHAD DALAM HUKUM ISLAM: MENJAGA RELEVANSI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL DAN TANTANGAN KONTEMPORER

Hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis. Sebagai sistem hukum yang komprehensif, ia mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, muamalah, hingga hukum pidana dan perdata. Namun, tidak semua masalah dapat ditemukan jawabannya secara eksplisit dalam kedua sumber utama tersebut. Untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang muncul dalam kehidupan sosial, diperlukan pemikiran hukum yang dinamis, salah satunya melalui ijtihad.

Ijtihad, yang berarti usaha maksimal untuk menggali hukum syariat, telah berkembang sejak masa awal Islam. Pada awalnya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW yang memiliki pemahaman mendalam tentang Al-Qur'an dan As-Sunah. Seiring waktu, ijtihad menjadi lebih kompleks, dengan munculnya berbagai mazhab hukum yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda. Di era modern, masyarakat menghadapi perubahan sosial yang cepat akibat globalisasi, teknologi, dan interaksi antarbudaya, sehingga ijtihad diperlukan untuk menjaga agar hukum Islam tetap relevan dan responsif terhadap tantangan zaman.

Pentingnya Ijtihad dalam Hukum Islam

Ijtihad memungkinkan hukum Islam beradaptasi dengan konteks sosial dan kebutuhan umat manusia. Ia memberikan solusi hukum untuk persoalan yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan merujuk pada Al-Qur'an dan Hadis. Dalam konteks hukum pidana Islam, misalnya, penerapan hudud sering kali menimbulkan perdebatan, terutama dalam situasi sosial yang berbeda dengan zaman Nabi Muhammad SAW.

Contoh nyata adalah penerapan hukuman untuk pelaku zina. Pada masa awal Islam, hukuman rajam untuk yang sudah menikah dan cambuk bagi yang belum menikah diterapkan sesuai dengan kondisi sosial saat itu. Namun, dalam konteks modern, hukum ini harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan hak asasi manusia. Dengan ijtihad, solusi yang lebih relevan dan manusiawi dapat dihasilkan, tetap menjunjung nilai keadilan dan kemaslahatan masyarakat.

Tantangan dalam Pelaksanaan Ijtihad

Meskipun penting, ijtihad di era modern menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah krisis otoritas. Di masa lalu, ijtihad dilakukan oleh para mujtahid dengan kualifikasi tinggi. Namun, saat ini, banyak orang yang mengklaim diri sebagai mujtahid tanpa memiliki kualifikasi yang memadai. Hal ini berpotensi menciptakan kerancuan dalam interpretasi hukum Islam.

Selain itu, globalisasi dan interaksi antarbudaya menambah kompleksitas tantangan. Perubahan sosial yang cepat menuntut adanya ijtihad yang mampu menciptakan sistem hukum yang mendukung kemajuan ekonomi dan teknologi tanpa mengorbankan esensi ajaran Islam. Misalnya, dalam konteks ekonomi global, hukum Islam harus mampu memberikan panduan yang relevan untuk transaksi digital dan masalah keuangan modern.

Pendekatan dalam Ijtihad Kontemporer

Ijtihad kontemporer adalah usaha untuk menyesuaikan hukum Islam dengan perkembangan zaman tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar syariat. Proses ini sering disebut sebagai reformasi, modernisasi, atau tajdid. Dalam konteks ini, ada beberapa pendekatan utama dalam ijtihad kontemporer, seperti:

  • Ijtihad Intiqai
  • Pendekatan ini melibatkan seleksi pendapat ulama terdahulu yang dianggap paling relevan dengan situasi saat ini. Sebagai contoh, dalam masalah hukum bank susu, Yusuf al-Qardhawi memilih pendapat yang menyatakan bahwa hubungan mahram hanya berlaku jika bayi langsung menyusu dari payudara seorang wanita, bukan melalui botol. Pendapat ini sejalan dengan pemahaman bahasa dari kata radha'ah dalam Al-Qur'an dan hadis.
  • Ijtihad Insya'i
  • Pendekatan ini menciptakan hukum baru untuk masalah yang belum pernah dibahas sebelumnya. Contohnya adalah kebolehan transplantasi organ tubuh dengan syarat tertentu, seperti keadaan darurat dan tanpa komplikasi medis yang serius. Kaidah fikih seperti al-dharar yuzal (bahaya harus dihindari) digunakan sebagai dasar argumen dalam pendekatan ini.
  • Gabungan Intiqai dan Insya'i
  • Pendekatan ini menggabungkan seleksi pendapat ulama terdahulu dengan penciptaan hukum baru. Contohnya adalah pencatatan pernikahan dalam hukum keluarga di Indonesia, yang tidak ada dalam fikih klasik tetapi diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Hal ini dilakukan untuk memastikan kepastian hukum dan melindungi kepentingan masyarakat.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline