Lihat ke Halaman Asli

Matanya

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mata itu melegakan

Mendamaikan gemuruh nurani yang meragu

Mata itu membinarkan segumpal harapan

Mengasingkan kebimbangan hari esok

Mata itu menatap tajam penuh kebijaksanaan

Menundukkan angkuh

Menciutkan setiap jiwa

Mata itu membuat oase padang gurun tak lagi berharga

Tatkala ia menyirami dahaga jiwa terdalam dengan kisahnya

Ia ....

Bagaikan gema detak jantungku yang kadang datang dan kadang pergi

Bukan...bukan karenanya, tapi karena aku

Aku yang mengusirnya kala langit begitu biru

Dan  mengaduh malu kala hujan tak berhenti jatuh

Kehidupan fana menyeretku dalam kealpaan

Memaksa telingaku patuh pada dusta

Dan takut pada kesepian

Aku...

Aku ingin gema itu selalu ada

Mengajakku ke tepian sunyi

Membalutku dengan kedamaian senyap

Ia....

Ia melihatku dari kejauhan

Sejauh langkah kakiku menapaki hadirnya

Dan aku tahu matanya selalu menatap kearahku

Aku tahu karena mata itulah yang mengawali kisahku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline