Aku memilik sajak Rindu yang selalu kutuang dalam rapalan bait yang indah.
Aku juga memiliki puisi paling indah yang tidak bisa menggambarkan betapa berpendidikan dirimu, seseorang yang sulit untuk kugapai.
Aku mengadakan pertemuan berencana dengan kerinduan agar kami semakin berteman akrab, aku berselancar bukan lagi sendiri. Ada pesonamu yang mengikutinya, ada suaramu yang andil di dalamnya.
Derap langkahku, ingin rasanya aku samakan dengan derap langkahmu, menuju sebuah majlis yang indah.
Rapalan doaku ingin kuarahkan pada sebuah nama, namun tidak bisa! Allah masih menjaganya dalam rahasia, dan jika aku ingin merengkuhnya... Ada sesuatu yang harus kulakukan.
Perihal pengorbanan? Lupakan saja. Seharusnya kita sangat bersyukur karena hingga kini tidak ada pengobatan yang mampu menyembuhkannya kecuali gema syair cintanya. Lekaslah sembuh, dengan caramu sendiri.
Jangan lupa maafkan aku, mungkin bukan aku, lebih tepatnya perasaanku. Tapi nampaknya rasaku tidaklah berpengaruh padamu, karena rasa itu berhenti disebuah tempat dan aku yakin ia tak akan sampai di sampingmu, aku yakin....
Lekaslah membaik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H