Lihat ke Halaman Asli

Jalan-jalan ke Kamboja, Jangan Lupa Siapkan Dolar!

Diperbarui: 7 September 2018   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Saat ini di Indonesia, kita sedang heboh dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS. Di Indonesia umumnya hanya orang-orang berduit yang memiliki dolar. Tetapi di Kamboja dolar bukan sesuatu yang aneh, bahkan bagi rakyat kecil.

Ketika akan berangkat ke Kamboja, Agustus tahun lalu, seorang teman mengingatkan saya, "Jangan lupa bawa dollar, yang kecil-kecil aja!"

Wah, mau ke Kamboja kok bawa dolar. Recehan pula. Apa maksudnya? Saya menertawakan anjuran teman tersebut. Pake logika aja, ke Kamboja, negara sesama ASEAN yang perekonomiannya lebih rendah dari Indonesia, kok harus bawa dolar. Apalagi saya memang tidak punya dolar.

Awal Agustus tahun 2017 lalu, saya mengikuti rombongan untuk meliput Festival Film Asia Pasifik ke-57 di Pnom Penh, ibukota Kamboja. Semua anggota delegasi ditempatkan di sebuah hotel yang terletak di pinggiran kota. Jauh dari pusat kota Pnom Penh. Hotel itu dibangun di kawasan yang masih sepi, dikelilingi lapangan golf.

Meski pun fasilitas di hotel sangat lengkap, standar hotel bintang lima, tetapi terus menerus berada di hotel tentu membosankan. Kami juga ingin melihat-lihat suasana kota Pnom Penh, membeli souvenir dan lain sebagainya.

Beruntung pihak hotel menyediakan kendaraan minibus dengan jadwal tertentu, dan tujuan  ke kota Pnom Penh. Kami memanfaatkan kesempatan itu. Mobil sempat mengantar kami melihat Istana Raja. Kami hanya melihat-lihat dari plaza yang terdapat di depan Istana, karena ketika kami datang istana sedang ditutup untuk kunjungan turis. Kami juga  melihat-lihat monumen Kemerdekaan yang berada di depan kediaman PM Hun Sen, tidak jauh dari istana.

Seperti kebiasaan orang Indonesia bila ke luar negeri, rasanya kurang afdol bila tidak belanja. Kebetulan dalam rombongan kami ada beberapa ibu-ibu, yang lebih tertarik untuk belanja ketimbang melihat-lihat tempat bersejarah atau situs penting lainnya.

Usai makan siang, mobil membawa kami ke Central Market, sebuah pasar pusat souvenir di Pnompenh, dengan bangunannya yang atistik. Pasar ini dirancang tahun 1937 oleh araitek Jean Debois. Di tengah-tengahnya berbentuk kubah. Pasar ini dipenuhi oleh penjual batu akik dan permata.

Di bagian luar terdapat kios-kios mirip pasar tradisional di Indonesia, yang menjual berbagai jenis mulai dari kain, slayer, dompet, hiasan kulkas, bebatuan akik, kerajinan dari logam dan lain sebagainya. Yang menarik, semua barang yang dihargai dengan dolar, mulai dari 2 dolar yang terendah, hingga ratusan dolar.

Saya teringat pesan teman, tapi masih belum terlalu yakin apakah dolar diperlukan untuk semua transaksi. Toh Kamboja punya mata uang sendiri, Riel, yang hari ini kursnya 1 Riel setara dengan Rp. 3,5. Berarti 1 dolar sama dengan 4.000 lebih.

Mata uang riel juga diterima oleh para pedagang, tetapi umumnya pedagang akan menghitung dulu besaran yang harus dibayar pembeli untuk barang dagangannya. Umumnya pedagang akan mendahulukan dolar. Memang dengan dolar lebih praktis, walau pun secara tidak sadar, jadi lebih mahal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline