Lihat ke Halaman Asli

Vivant Professores!

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Delapan belas tahun lalu, saya berada dalam Balairung Universitas Indonesia ini. Posisi saya berada di atas, di tribun. Mengenakan kemeja dan celana putih dilapis jaket kuning. Masih polos dan lugu serta penuh semangat. Memandang ke arah mereka yang duduk di bawah, yang berjubah hitam dan bertopi aneh. Mereka yang tak lama lagi dipanggil sarjana. Saya dan semua yang di atas tribun ini menyanyi untuk mereka. Setelah beberapa hari sebelumnya dilatih oleh seorang pria mungil berkumis bersemangat dan pada hari itu memimpin bernyanyi. Kami pun bernyanyi dengan semangat disertai segumpal harapan dan tanya, mungkinkah kami kelak ada di bawah dan dinyanyikan oleh mereka yang berjaket kuning?

Tiga belas tahun lalu, saya berada dalam Balairung ini. Kali ini saya berjubah hitam dan mengenakan topi aneh. Sengaja di bagian atas topi aneh tersebut saya buat gambar mata. Keisengan mahasiswa yang masih tersisa. Supaya terlihat oleh mereka yang berpakaian putih-putih dan berjaket kuning di atas. Mereka bernyanyi dipimpin (masih) oleh pria mungil berkumis.Sorak-sorai bergemuruh ketika nama fakultas saya disebut. Sekilas saya melirik ke arah dua orang tua saya. Wajah penuh kegembiraan dan terbersit rasa puas telah mengantarkan salah seorang anak ke derajat yang lebih tinggi. Sejak pagi buta mereka berkemas, bahkan mungkin nyaris tak tidur semalaman.Sekilas saya memandang ke arah panggung. Deretan berjubah hitam dan bertopi unik. Yang jelas mereka tidak sama dengan saya di bawah sini.Mungkin kah saya berada di sana?Saya hanya menghela nafas sambil merenung. Di luar sana, di luar kampus ini,SKS tidak lagi berlaku. Indeks Prestasi dan nilai-nilai pun hanya sekedar ukuran dan syarat.

Hari ini, saya berada dalam Balairung ini. Tidak mengenakan kemeja , celana putih serta berjaket kuning dan tidak duduk di tribun , tidak juga berjubah hitam dan bertopi aneh , tidak pula berjubah hitam dan duduk di atas panggung . Saya lihat laki-laki mungil berkumis itu pun masih memimpin mereka yang di atas tribun. Namun, meski tak berjubah hitam, saya duduk di bawah sejajar dengan mereka yang berjubah hitam dan bertopi aneh. Saya hanya berbatik lengan panjang (menurut saya lebih nyaman dan dingin) dibandingkan kemeja, dasi dan jas (apalagi yang berwarna hitam). Dan masih memandang mereka yang berjalan di atas karpet merah diiringi Gaudeamus igitur , melodi lagu yang terinspirasi oleh lagu abad pertengahan, bishop of Bologna ciptaan Strada. Dahulu di Jerman , lagu ini merupakan lagu perjuangan kebebasan akademi. Lalumereka duduk di atas panggung.Mereka yang berjubah hitam dan bertopi aneh. Entah, lima, sepuluh atau lima belas tahun lagi. Mungkin saya salah satu yang berjubah hitam, bertopi aneh dan duduk di sana. Saya bergumam: ' Vivant professores! '

Selamat kepada para wisudawan Prodi yang saya pimpin. Wisuda ini bukanlah akhir tapi awal dari perjuangan Anda sesungguhnya. Semoga sukses!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline