Lihat ke Halaman Asli

Sajak Uliefa

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Uliefa

hatimu sebuah hutan belantara

dan kolam-kolam kesejukan

aku dekati dengan mata, engkau pergi dengan cara

aku dekati dengan rasa, engkau masuk dalam bahasa

aku dekati dengan cinta, engkau luluh dalam dada

Uliefa

engkau ciptakan hutan belantara di kedua mataku

hingga, pohon-pohon tumbuh subur

para petani pun gembira dengan senyum membara

dari ladang jiwamu, aku datang untuk menanam sebongkah

gelembung-gelembung ketuhanan

agar tumbuh pohon waktu yang selamanya menjadi utuh, besar dan tinggi

Uliefa

dikeningmu, aku tambatkan satu kecupan waktu

dimana tanah, kesejukan, dan ketakterbatasan tercipta

kita saling menanam kata-kata, menanam rumah semesta

dikedua matamu, keheningan dan kesunyian menjadi ada

dan kita saling berdekapan di atas perahu makna

lalu kita masuk pada lembaran baru, lembaran yang dimulai dari satu

bibirmu, tak henti mengalirkan huruf-huruf langit

hingga berbuah biji makna yang lebat dikerumunan hari-hari

di kedua pipimu, semesta dihamparkan

pohon, gelombang, lautan dan gunung-gunung ditumbuhkan

kita adalah semesta, di dalamnya adalah cakrawala

Uliefa

semesta ini bukanlah milik kita

ia serumpun ayat-ayat yang harus kita baca

kita harus turun ke desa-desa

untuk mengerti apa itu cahaya

melihat ibu dan anak yang mengambil air sumur

melihat para petani yang bebas di ladang dan tegal

Uliefa

tugas kita menerjemahkan kata-kata dan huruf-huruf semesta




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline