Kemana arah demokrasi Indonesia ke depannya? Mau tidak mau Indonesia akan menjadi "corporate-sponsored democracy". Kemajuan negara dibidang ekonominya selalu ditandai dengan besarnya produksi dan korporasi di negara tersebut.
Aspirasi dari korporasi untuk terus berkembang dan kompetitif seperti penurunan pajak untuk korporasi, penghilangan asuransi kesehatan, penghilangan status karyawan permanen dan penurunan gaji pegawai tidak selalu sejalan dengan kepentingan individu keamanan, kelayakan upah, dan kesempatan bagi setiap individu untuk berkembang secara adil.
Peran negara sebagai perantara dan pengawas antara kepentingan korporasi dan individu mau tidak mau akan berubah menjadi lebih cenderung memfasilitasi ke kepentingan korporasi seiring dengan besarnya korporasi di negara tersebut. Demokrasi yang disponsori korporasi memang tidak bisa dihindari lagi, tapi kemanakah sistem demokrasi indonesia akan dibawa?
Dalam artikel ini penulis mencoba menjelaskan sistem demokrasi di negara maju yang mungkin bisa menjadi referensi bagaimana proses demokrasi di Indonesia nantinya.
Proses demokrasi di Jepang
Demokrasi di Jepang menganut sistem monarki parlementer yang multipartai dimana kaisar adalah simbol negara dan perdana menteri adalah kepala kabinet legislatif dan kepala negara atau eksekutif.
Perdana menteri biasanya adalah kepala partai yang memenangkan pemilu di parlemen. Kemudian kabinet menteri ditunjuk oleh perdana menteri seusai dilantik oleh kaisar.
Partai yang paling lama berkuasa di Jepang adalah partai liberal democratic party (LDP) dengan democratic party (DPJ) sebagai oposisi terkuatnya.
Lalu bagaimana proses seseorang menjadi anggota parlemen atau perdana menteri di Jepang?
Anggota kabinet dijepang dipilih dari kombinasi perwakilan dari berbagai distrik. Ada 43 divisi administratif di Jepang dan masing masing memiliki jumlah anggota parlemen yang berbeda beda untuk merepresentasikan keinginan konstituen di wilayahnya.
Yang jarang diketahui publik adalah sebenarnya anggota senat di jepang adalah anggota faksi yang ada dididalam partai LDP atau DPJ, faksi atau club ini sebenarnya adalah sebuah yayasan yang didanai oleh pemegang saham diyayasan tersebut. Pemegang saham tersebut mayoritas adalah korporasi besar atau individu kaya dan anggota senat tersebut bertugas untuk mewakili pemegang saham diyayasannya bukan konstituennya.
Hal ini terutama disebabkan mahalnya biaya untuk menjadi anggota senat di Jepang. Jauh sebelum pemilu biasanya seorang calon anggota parlemen harus aktif di beberapa private club yang ada di kotanya untuk mengamankan suara pemilih.
Selain itu calon anggota parlemen ini harus memiliki tim kampenye yang solid dipimpin oleh seorang campaign planner yang memiliki banyak channel artis dan media.
Dua minggu sebelum musin kampanye adalah masa sibuk, dimulai dari perekrutan anggota tim kampanye, dan pelatihan visi calon anggota parlemen dalan politik. Memulai fondasi dan membuat iklan.
Dalam satu hari calon anggota parlemen akan disibukkan dengan memberikan pidato ringkas dibeberapa tempat 10 kali, mengunjungi berbagai klub sosial di kotanya, pidato di jalan jalan dan syuting iklan untuk ditampilkan di tv. Tren terbaru di Jepang biasanya seorang politisi melakukan kampanye di tv nasional agar visinya bisa didukung oleh khalayak luas walaupun bukan dari daerah konstituennya.
Secara keseluruhan seorang calon anggota parlemen membutuhkan biaya minimal 500 juta yen untuk kampanye. Tak heran jika jarang sekali calon independent berhasil maju menjadi anggota parlemen.
Setelah berhasil menjadi anggota parlemen, anggota parlemen biasanya akan berkumpul untuk memilih ketua partai mana yang akan menjadi perdana menteri. Di parlemen jepang terkenal istilah 3 ban dalam pengambilan keputusan di parlemen. Jiban (kekuatan konstituen), kaban (koper penuh uang), dan kanban (pertemuan di tempat mewah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H