Memperingati Hari Orang Muda Sedunia 24 November 2024
KEBUTUHAN GADGET DAN KEKUASAAN MENGGESER KEBUTUHAN FISIOLOGIS
Seorang tokoh psikologi humanistik, Abraham Maslow pada tahun 1943 mengembangkan teori kepribadian yang dikenal sebagai Teori Kebutuhan, dipublikasi melalui "A Theory of Human Motivation" dalam jurnal Psychological Review. Menurut teori ini seseorang akan sulit mencapai posisi kebutuhan tertinggi, yaitu aktualisasi diri, jika belum memenuhi kebutuhan tingkat-tingkat sebelumnya. Kebutuhan dasar dalam teori Maslow adalah kebutuh fisiologis mencakup sandang dan pangan. Kebutuhan Tingkat dasar kedua adalah kebutuhan pada rasa aman. Kebutuhan ini meliputi rasa aman secara fisik maupun emosional. Adapun kadar kebutuhan pada tingkat ini lebih banyak untuk usia anak-anak karena mereka memiliki tingkat kewaspadaan yang masih rendah, sehingga membutuhkan pendampingan orang yang lebih senior. Walau pada kenyataannya, ada saja orang dewasa yang memiliki sifat kekanak-kanakan, sangat bergantung pada orangtua atau tidak pede (percaya diri).
Selanjutnya, kebutuhan tingkat ketiga menyangkut kebutuhan sosial di masyarakat, seperti kebutuhan untuk merasakan kasih sayang, perhatian dan hak kepemilikan terhadap sesuatu. Tingkat keempat adalah kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan yang tidak selalu berupa piagam atau hadiah. Penghargaan yang dimaksud ini adalah harga diri yang dapat diperoleh melalui diri sendiri misalnya melalui karya-karya cemerlangnya atau dari orang lain. Penghargaan obyektif dari orang lain diperoleh ketika orang lain dapat menghargai karya-karyanya, tetapi seseorang dapat juga 'membeli' penghargaan melalui suatu kekuasaan. Ketika kebutuhan pada tingkat ini dapat terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan untuk dihormati, dipercaya oleh orang lain sehingga tercipta keseimbangan diri atau aktualisasi diri (Tingkat kelima). Rasa percaya diri yang tinggi tentu akan memengaruhi peran sosial dari individu tersebut. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan menimbulkan dampak seperti rasa depresi, kecemasan, stress, merasa tidak berguna.
Dalam situasi perkembangan dunia saat ini, kita dapat melihat bahwa di satu sisi masyarakat pada umumnya tak dapat lepas dari kebutuhan dasar. Sehingga tingkat ekonomi sebuah negara menjadi acuan dalam mengatasi kemiskinan yaitu kondisi dimana masyarakat belum dapat memenuhi kebutuhan fisiologis. Hal ini juga menjadi aspek penting yang tercantum pada Sustainable Development Goals (SDGs). Namun di lain pihak, ada fenomena masyarakat terhadap kebutuhan 'dasar' lain yang tampak. Kebutuhan 'dasar' yang menonjol adalah pertama, kehausan terhadap informasi di media sosial atau ketergantungan terhadap gadget. Kedua, hausnya pada kekuasaan atau ketergantungan pada kekuasaan.
Ketergantungan Gadget Menggeser Kebutuhan Pokok
Penelitian kualitatif yang penulis lakukan terhadap orang dewasa di Jabodetabek menunjukkan ketergantungan masyarakat yang besar terhadap gadget. Beberapa indikatornya antara lain, ketika seseorang bangun tidur tindakan pertamanya adalah ke kamar kecil atau membuka HP (hand phone) yang diletakkan persis di samping tempat tidurnya. Mereka tak dapat jauh dari HP. Selain itu terungkap bahwa lebih baik ketinggalan dompet ketimbang HP-nya. Lupa membawa uang tak terlalu masalah karena saat ini pembayaran banyak dilakukan secara virtual (metode pembayaran tanpa harus menggunakan nomor rekening) atau pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Responden mengakui, jika tersadar di tengah jalan bahwa HP nya tertinggal di rumah, mereka rela untuk balik ke rumah mengambil HP atau menelpon dari kantor agar HP dikirim oleh orang rumah segera. Mengapa demikian? Selain dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan cara cepat, HP merupakan sumber acuan data terlengkap yang dimiliki seseorang. Sehingga jika hilang atau tertinggal seakan separuh napasnya tertinggal.
Informasi dari State of Mobile 2024 (sumber: CBNC Indonesia) yang dirilis oleh Data.AI, Indonesia merupakan negara nomor satu di dunia yang kecanduan menatap layar HP, masyarakat menggunakan lebih dari 6 jam setiap hari membuka HP. Data lain sebagaimana dilansir oleh Kompas.com, dengan judul berita "Ada 354 juta Ponsel Aktif di Indonesia, Terbanyak Nomor Empat", mengacu pada Google dalam survey terkininya, Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing in Smartphone. Apa kaitannya dengan Teori Maslow? Maslow mengawali teorinya dengan melakukan pengamatan terhadap perilaku seekor monyet. Menurut pengamatannya, air adalah sumber kehidupan utama. Makhluk hidup dapat bertahan jika tidak makan, tetapi tak dapat bertahan dari rasa haus. Teori Maslow juga menunjukkan bahwa kebutuhan dasar ini didorong oleh kekuatan Motivasi Kekurangan (deficiency growth) dan Motivasi Perkembangan (motivation growth).
Motivasi kekurangan merupakan usaha manusia guna memenuhi kekurangan yang dialami. Sedangkan motivasi perkembangan adalah motivasi dari dasar diri manusia untuk mencapai suatu tujuan. Contoh: seseorang yang merasa makanan yang dikonsumsinya belum mengenyangkan maka ia akan mencari porsi tambahan. Kapasitas atau kemampuan diri masing- masing orang tidaklah sama dan merupakan pembawaan individu. Berdasarkan data-data di atas dan penelitian yang Penulis lakukan, maka tampak bahwa banyak orang Indonesia saat ini secara sadar atau tidak meletakkan kebutuhan terhadap informasi digital dan perangkat HP sebagai sesuatu yang mendesak. Tanpa ada HP di tangan membuat orang tidak tenang dalam melakukan aktivitasnya. Sehingga apapun akan dilakukan untuk memperoleh HP nya kembali, sebagaimana orang akan melakukan apapun untuk menghilangkan dahaganya.
Berbagai Dampak dari Sebuah Ketergantungan