Lihat ke Halaman Asli

Mathilda AMW Birowo

Dosen, Konsultan PR

Belajar dari Pemprov Sulut, Sulit Disulut

Diperbarui: 11 Juli 2022   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi di tanah Nyiur Melambai (Dok: Masbhukin)

Gerakan Cinta Nusantara (7)

Indonesia memiliki 1.331 suku dan 652 bahasa daerah. Selain itu, Indonesia memiliki budaya, agama serta keyakinan beragam. Berdasarkan data dari Setara Institute, ada kota-kota yang memiliki tingkat  toleransi tinggi yaitu Singkawang yang dikenal dengan multietnisnya. Kemudian, Manado yang tidak saja diakui oleh Setara Institute, tetapi juga memperoleh penghargaan dari Sindo Weekly Government Award sebagai kota paling toleran. Hal ini terlihat dari RPJMP Kota Manado pada 2016-2021 yang mencantumkan prioritas toleransi dan kerukunan umat beragama sebagai tujuan hingga strategi kebijakannya. Hal ini tampak nyata dalam kunjungan Lemhannas RI, PPRA LXIV dalam Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) ke kota Manado dan sekitarnya pada tanggal 4-8 Juli 2022.   

Hankam

            Tulisan ini akan meninjau Sulut melalui gatra pertahanan keamanan (Hankam). Dalam konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia, maka aspek-aspek dalam kehidupan nasional dibagi dalam lima gatra sosial (Pancagatra) yakni gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanaan keamanan. Agama memang tak termasuk sebagai gatra, karena agama seyogyanya menjadi dasar bagi semua gatra, sebagaimana juga hukum yang dalam interaksi manusia termasuk dalam gatra sosial budaya. 

Pancagatra atau gatra sosial ini mengandung sifat dinamis, sehingga tantangan ancaman, halangan dan gangguan (TAHG) yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya di wilayah Sulut ini harus ditanggulangi dengan meningkatkan ketahanan Hankam secara menyeluruh dan terpadu. Dalam hal ini, ketahanan Hankam dimaknai sebagai situasi dinamis yang mencakup keuletan dan ketangguhan dalam mengembangkan kekuatan nasional/wilayah yang mengancam identitas, integritas dan kelangsungan hidup bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Berdasarkan uraian di atas, pertama-tama mari kita lihat dari sudut demografi. Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung Pulau Sulawesi, dan berbatasan dengan Filipina di sebelah Utara. Total luas area 15069,00 km2, dengan suku-suku yang terdapat di provinsi ini antara lain: Suku bangsa Minahasa (30%), Sangir (19,8%), Mongondow (11,3%), Gorontalo (7,4%), Tionghoa (3%). Selebihnya merupakan kaum pendatang apakah dari Jawa, Kalimantan, Papua, bahkan India. Provinsi Sulut terdiri dari 11 kabupaten, 4 kota, 159 kecamatan dan 1.691 kelurahan.  Batas wilayah terdiri dari sebelah utara Laut Sulawesi, sebelah timur Laut Maluku, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo.

Beragam

PPRA LXIV Bersama Menuju Sukses!

            Sulut merupakan wilayah dengan warga beragam dan dengan mayoritas penduduk beragama Kristen. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri per 2021 mencatat penduduk Sulut yang beragama Kristen sebanyak 1,67 juta jiwa (62,94%) ; 843,68 ribu (31,77%); pemeluk agama Islam 845,19 ribu jiwa (31,8%);  118,1 ribu jiwa (4,44%) penduduk beragama Katolik; dan sebanyak 15,79 ribu (0,59%) beragama Hindu; 3,87 ribu (0,15%) beragama Buddha dan  Konghucu 428 jiwa (0,02%). Wilayah ini juga mengakui kehadiran warga yang menganut aliran kepercayaan sebanyak 1,65 ribu jiwa (0,06%). Jika di wilayah lain aliran kepercayaan tampak kurang diperhatikan, maka warga Sulut menunjukkan pula melalui salam penyambutan resmi dengan menyertakan salam "rahayu".

Memperkuat tata kehidupan toleran di setiap wilayah sangatlah penting   saat ini, khususnya dalam mengantisipasi Pilkada dan juga Pemilu 2024. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR, di Jakarta, 28/3/2022 dikemukakan tantangan yang dihadapi menjelang Pemilu 2024 terkait  masalah terorisme, radikalisme dan intoleransi. Hal ini menjadi prioritas pemerintah dalam memperkuat kewaspadaan nasional yang mengandung arti sikap nasionalisme dilandasi rasa peduli dan tanggungjawab warganegara terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari suatu ancaman. Kewaspadaan nasional yang kuat akan mampu mendeteksi dan mencegah berbagai bentuk ancaman terhadap NKRI. 

Memanusiakan

Kapolda Sulut Tangguh (Dok:,Pribadi)

Si Tou Timou Tumou Tou merupakan filosofi Minahasa yang selalu didengungkan oleh pahlawan nasional yaitu DR. G.S.S.J (Sam) Ratu Langie. Dalam buku Si Tou Timou Tumou Tou: Peranan Manusia Minahasa dalam Pembangunan Nasional (1991) yang ditulis oleh E.K.M. Masinambow, Geraard Paat, A.J. Sondakh, disebutkan bahwa prinsip tersebut sempat mengalami pelunturan. Hal ini tampak dari jarangnya warga menggunakan Bahasa daerah sub  suku di pedesaan, nilai-nilai kebersamaan, tolong menolong dan disiplin yang semakin pudar. Kondisi ini disebabkan karena kemajuan jaman yang menjadikan orientasi warga cenderung konsumeristik, hedonis, feodalis. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan dianggap perlu guna pengembangan nilai-nilai jati diri yang positif dan kondusif. Si Tou Timou Tumou Tou yang mengandung makna manusia hidup untuk juga memanusiakan orang lain kemudian menjadi sebuah prinsip yang diimplementasikan dalam Mapalus atau Maendo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline