Lihat ke Halaman Asli

Mathilda AMW Birowo

Dosen, Konsultan PR

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Kedua)

Diperbarui: 25 Juli 2021   02:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc by Pelita 

Kepemimpinan bukan hanya kemampuan manajerial dan memengaruhi orang lain, tetapi keberanian untuk meluruskan yang tidak selaras, mencerahkan dimana ada kekaburan.  (Mathilda AMW Birowo)

Pada Bagian pertama telah saya kemukakan hasil penelitian tentang kepemimpnan perempuan pada organisasi-organisasi perempuan di Australia dan Indonesia. Tulisan terdahulu mengulas tentang bagaimana organisasi-organisasi perempuan yang bernaung di Queen Victoria Women's Center, Melbourne melakukan karya pelayanan mereka secara spesifik dari dan untuk perempuan. Masalah-masalah yang mereka tangani terkait dengan memberi peluang dan bimbingan bagi mereka yang mencari kerja, mendampingi korban kekerasan, kaum migran dan juga mempersiapkan perempuan masuk dalam parlemen. Dalam tulisan kedua ini, kita akan mengenal lebih jauh kiprah organisasi-organisasi perempuan di Australia terkait dengan isu-isu seputar kepercayaan dan ibu tunggal beserta anak-anaknya.

INKLUSIFITAS ORGANISASI DAN KOMUNITAS

The Australian Muslim Women's Centre for Human Rights (AMWCHR) - Pusat Hak-Hak Asasi Wanita Muslim Australia adalah sebuah organisasi yang beranggotakan wanita Muslim yang bekerja untuk memajukan hak dan status wanita muslim. Komunitas Muslim Australia ditandai dengan  keberagaman dan kerancuan tidak ada visi yang menentukan tentang Islam atau apa artinya menjadi muslim. AMWCHR adalah organisasi non-religius yang mencerminkan keragaman budaya, bahasa, dan sektarian dalam komunitas muslim. AMWCHR bekerja untuk menantang hierarki budaya atau sistem monopoli atau pengecualian yang berakibat pada berkurangnya hak dan status perempuan muslim. Kerangka kerja pemahaman organisasi adalah gerakan perempuan muslim internasional untuk kualitas dan martabat, tetapi tindakan dan perhatiannya difokuskan pada komunitas lokal di Australia. Hal-hal tersebut memperkuat apa yang dikemukakan oleh Amanda Sinclar dalam Women within Diversity: Risk and Possibilities bahwa beberapa  manfaat khusus dari sebuah pendekatan yang lebih luas dapat melihat dimensi keanekaragaman lebih dari sekedar fokus gender.

Tasneem Chopra sebagai ketua  AMWCHR menjelaskan area kerja mereka adalah mendukung perempuan muslim yang mengalami kekerasan domestik, pernikahan dini yang dipaksakan, ketunawismaan dan pengungsi, yang jumlahnya setengah dari komunitas muslim di Melbourne. Komunitas muslim memiliki banyak isu seperti perceraian, budaya patriarki, seksisme, dan rasisme. Demikian juga Islamofobia sangat buruk di Australia. Rasisme dan seksisme dilihat AMWCHR dalam kerangka interseksionalitas sebagaimana dua organisasi lainnya. Tasneem telah terlibat sebagai dewan sejak didirikan lebih dari 19 tahun yang lalu.

Interseksi adalah pertemuan keanggotaan dari dua suku bangsa atau lebih pada  kelompok-kelompok sosial dalam suatu masyarakat yang majemuk. Interseksionalitas merupakan pendekatan yang dijalankan oleh organisasi-organisasi perempuan ini karena mereka memahami bahwa isu kesetaraan dan ketidakadilan gender sangat terkait dengan politik, sosial budaya, dan ekonomi. Ini menjadi pelajaran penting bagi organisasi perempuan di Indonesia termasuk yang berlatar belakang  agama untuk mengkaji isu secara interseksional sehingga isu terurai dari semua aspek dan penanganannya dari semua level baik individu, organisasi hingga  kebijakan negara.

Sebuah lembaga di Australia bernama Council Single Mothers & Their Children (CSMC) yang dididirikan 20 tahun lalu, merespon dengan baik situasi yang dialami ibu tunggal. Lembaga yang dipimpin oleh Jenny Davidson ini berkomitmen untuk memberdayakan ibu tunggal agar mereka mampu melakukan perubahan akan kehidupannya sendiri. Di Australia (menurut data saat penelitian dilakukan) terdapat 255 ribu atau sekitar 13 persen perempuan menjadi ibu tunggal dengan banyak sebab, baik karena tidak menikah, bercerai, suami meninggal atau sebab lainya. CSMC merupakan Dewan Ibu Tunggal dan Anak-anak mereka yang memberikan dukungan, informasi, dan rujukan terutama melalui Saluran Dukungan Telepon.  Jenny adalah pemimpin berbasis nilai dengan pengalaman enam belas tahun di sektor nirlaba. Jenny telah memegang beragam peran manajemen di organisasi wanita, orang muda, dan kesehatan di Australia, dengan fokus pada hak-hak wanita. Jenny memegang gelar MBA dari Melbourne Business School dan bersemangat tentang pertumbuhan kesetaraan dan menciptakan peluang bagi orang lain untuk berkembang

Beberapa persoalan yang dihadapi ibu tunggal adalah kesulitan keuangan, KDRT, perumahan dan pembiayaan pendidikan anak. Penghasilan ibu tunggal di Australia lebih rendah bila dibanding dengan keluarga utuh. Sebagai perbandingan, dalam dua minggu, ibu tunggal hanya menghasilkan 661 dolar, sementara keluarga utuh sebesar 1844 dolar. Jumlah tersebut tidak mencukupi untuk makan, pendidikan anak dan tempat tinggal yang layak di Australia, sementara tunjangan kemiskinan dari negara belum naik dalam 20 tahun terakhir.

CSMC memberikan informasi mengenai hasil penelitian, perkembangan ekonomi, pendidikan anak melalui brosur, leaflet, bulletin dan media online dalam lima Bahasa untuk memastikan informasi tersebut bisa dibaca oleh semua ibu tunggal, terutama perempuan imigran yang tidak mampu berbahasa Inggris dengan baik. Meskipun selalu mendampingi kehidupan ibu tunggal, ada juga masalah yang terus menerus dihadapi perempuan dalam membesarkan anak.

Beberapa tahun lalu, di Australia, jika terjadi KDRT, polisi hanya menganggap sebagai masalah rumah tangga, tidak peduli seberapa parah luka fisik dan psikis yang dialami oleh perempuan. Begitu pula yang dilakukan oleh media, perempuan selalu berada dalam posisi yang dirugikan. Apalagi jika perempuan yang menjadi korban tersebut tidak memiliki cukup kemampuan untuk berbicara dengan polisi maupun media. Menghadapi situasi demikian, sebuah lembaga bernama Domestic Violence Victoria yang dipimpin oleh Fiona McCormack, melakukan penguatan kemampuan perempuan dalam berbicara dengan media agar bisa memastikan kasus yang mereka hadapi adalah isu penting. Hal ini mendesak dilakukan karena sebenarnya media bisa menjadi alat edukasi kepada masyarakat guna  meningkatkan kepedulian pada kasus-kasus KDRT. Sehingga sangat penting mendidik media agar menyampaikan fakta dengan benar dan berpihak pada kepentingan perempuan. Lembaga ini juga berusaha memastikan media mudah mengakses informasi KDRT untuk menjadi bahan pemberitaan mereka. Lembaga ini sekaligus memiliki jaringan ahli yang mampu menjelaskan kasus KDRT dari berbagai sudut pandang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline