Lihat ke Halaman Asli

Asnol Abidin, Menakar Demokrasi Para politisi Sejati

Diperbarui: 9 Agustus 2020   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olah pribadi

MENAKAR DEMOKRASI PARA POLITISI SEJATI

Dinamika politik dan warna warni itu lumrah dan wajar, karena ruang dan waktu sangat memberikan peluang yang sudah tentu elastis dan mengalir seperti air...Musuh bukan abadi Kawan bukan sejati (kata bijak seorang politisi sejati)

Politik penuh taktik dan mengelitik mencuri perhatian publik kadangkala berbau intrik sehingga sulit untuk menemukan mana Hakiki dan mana majasi, semuanya memiliki misi yang perlu diuji bukan untuk dicaci maki, karena kedewasaan berdemokrasi menuntut kompetisi dan menemukan motivasi bagi para politisi yang harus mumpuni dan bukan hanya janji untuk sebuah sensasi.

Menempa diri menjadi pribadi tidak sekedar bicara aspirasi tapi bagaimana seorang politisi menyuarakan nurani rakyat dan peduli pada setiap masalah di negeri sendiri.  Setiap kontestasi hilangkan ego pribadi, apalagi mengincar sebuah posisi dengan sikut kanan dan kiri mengabaikan prestasi dan kompetensi. Perbedaan pendapat dan pilihan bagi anak negeri wajib dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi yang manusiawi. Hentikan politisasi agama, suku, ras sebagai jelmaan anomali politik yang tidak berarti dan hanya menguras pikiran dan energi, sebab sulit bagi politisi melepas diri dari pusaran oligarki kekuasaan dan kepentingan politik yang hanya memihak kepada kelompok dan golongan/koloninya sendiri dimana hegemoni dan tirani tidak mengenal naluri seorang politisi sejati, bahkan menjadi virus berbahaya yang akan mematikan rasa dan hati nurani namun siap  berasimilasi dengan kejahatan demokrasi layaknya Wabah Pandemi yang selalu menyerang politisi dan melukai hati bangsa sendiri.

Politisi sejati tidak akan merugikan diri sendiri jika sekedar pasang aksi kendatipun sandiwara politik sudah terlanjur manjur dan subur.

Sebagai bangsa yang memiliki pandangan dan ideologi tidak cukup bicara toleransi dengan serba-serbi tetapi hati selalu iri dan dengki dimana kita saling menghujat dan memfitnah bangsa sendiri, Ideologi hanyalah sebuah kemudi yang tidak mampu menjadi kendali, ideologi bangsa ini bagai cerita fiksi yang dibicarakan di warung kopi hari ini, besok, lusa tapi tidak pernah dihayati, kita sudah terlanjur saling melukai, rasa hormat-menghormati, harga-menghargai tidak lagi menjadi keniscayaan integritas diri, redup, pudar bahkan rapuhnya moralitas anak bangsa mungkin menjadi penyebab bangsa ini tidak memiliki harga diri dan kualitas diri sebagai pribadi.

Peradaban zaman, musim yang silih berganti mulai terkikis habis, ironis dan miris tak berbekas pada setiap generasi, karena sudah kandas, walaupun sejak 23 tahun yang lalu kita pernah lakukan reformasi yang katanya bangsa kita krisis multidimensi, tapi sampai saat ini ruh reformasi itu seperti tidak berarti...
Beginikah karakter dan jati diri kita sebagai manusia Indonesia sejati

Setiap kita punya mimpi sendiri sebagai motivasi dan inspirasi tapi Tuhan Yang Maha Kuasa lah yang Maha Mengetahui dan Menghendaki setiap peristiwa yang terjadi dan hanya kepadaNYA lah kita mengabdi dan kembali. Semoga kita memaknai hakikat demokrasi, salam santun dan harmoni, khusus untuk politisi yang akan berkompetisi dalam kontestasi politik berikan pemahaman kepada para pendukung-simpatisanya bagaimana menjadi seorang pemilih cerdas, bijak dan dewasa dalam berdemokrasi.

Saat ini sulit sekali mengenal dan memahami mana politikus dan politisi sejati, karena kedewasaan dalam berdemokrasi masih saja dikebiri dengan sibuk mencitra diri, menebar janji dan mencari sensasi tanpa arti, hanya mereka yang memahami politik sebagai pejuang sejati lah boleh dikatakan mumpuni. Sudah berapa banyak politisi yang terbelenggu dan terjebak ke dalam peodalisme dan perangkap oligarki kekuasaan sesaat dalam pusaran anomali politik dan melakukan kejahatan dalam setiap berdemokrasi mengatasnamakan rakyat bahkan berhianat pada bangsa sendiri, namun akhirnya harus singgah dan mampir di jeruji besi. (Politiae Legius Non Leges ; Politik harus tunduk kepada hukum bukan sebaliknya)

Politik bukan semata-mata untuk mencapai segala tujuan namun bagaimana politik membangun peradaban.

Diterunih dan ditulis oleh : @Abu Nawas Bercerita #SangHeroic




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline