Lihat ke Halaman Asli

Mateus Hubertus Bheri

Menulis Itu Seni

Menulis adalah Ekspresi Jiwa

Diperbarui: 26 Januari 2020   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Warung Arsip

Spirit bagi seorang penulis adalah semakin banyaknya pembaca yang membaca tulisan, maka semakin banyak karya tulis yang dihasilkannya.

Seorang kutu buku yang jenius pasti akan selalu menulis, demi terjaga ingatannya tentang isi buku yang dibacanya. Karena itu banyak buku-buku yang dihasilkan oleh seorang kutu buku, hasil dari seluruh isi pikirannya yang dituangkan lewat tulisan. 

Setiap karya tulisan yang dihasilkan oleh seorang penulis tentunya berbeda-beda. Kalau dicermati, kelihatannya tergantung dari karakteristik seorang penulis. Ada penulis yang dalam menulis, sukanya menulis tentang dunia politik, ekonomi, pendidikan dan yang lainnya. Tapi kesemuannya dari tulisan itu pada intinya merupakan media informasi dan edukasi bagi para pembaca.

Lalu mengapa tidak semua orang suka menulis, apa alasan mendasarnya, lalu faktor apa yang mempengaruinya?

Banyak penulis ternama pernah mengatakan bahwa menulis itu adalah seni. Namun, sebaliknya kata seni lebih fokus pada ketertarikan seseorang pada sesuatu hal. Misalnya, seseorang itu tertarik menjadi seorang gitaris, lalu bagaimana ia memetik tali gitar dan memainkannya dalam sebuah lagu sehingga ada unsur nilai seninya. 

Seni itu terdapat dan melekat pada diri seorang seniman. Sehingga dari situlah mengalir darah seni dalam diri seniman itu. Bila didalam diri seseorang tidak mengandung unsur seni, maka dengan sendiri unsur seni akan pergi dan beralih dari orang itu. Lalu kemana unsur seni itu akan pergi? Jawabannya tentu kepada orang-orang yang mencintai akan seni.

Sembari mengingat kembali, menulis itu adalah seni, dan sebagai seni tentunya ada unsur sukanya. Bagaimana kebanyakan orang suka menulis kalau tanpa ada unsur seni dalam penulisannya. Lebih paranya lagi, bilamana didalam menulis tidak memiliki jiwa. Sebab jiwa itu lahir dari hati dan disalurkan melalui alam pikiran dan dituangkan dalam bentuk tulisan.

Muncul pertanyaan dalam diri, sejauhmanakah korelasi kalimat, "menulis adalah ekspresi jiwa"?

Seorang penyair ternama Wiji Tukul yang sekaligus aktivis 98, ketika melawan rezim orde baru dengan gaya kepimpinan yang otoriter dan dikator, ia mengkritik pemerintah lewat puisi-puisinya pada jaman itu.

Puisi-puisinya mengambarkan tentang keadaan, rasa yang dialaminya pada waktu itu. Wiji Tukul adalah seorang penyair berbakat, sebab karya-karya puisinya bahkan sampai detik ini masih relewan digunakan para aktivis mahasiswa.

Penyair Wiji Tukul merupakan satu dari sekian orang yang suka dengan tulisan. Hampir setiap keadaan, rasa yang dialaminya, ia tuangkan dalam bentuk tulisan kemudian dibacanya. Sosok lain yang sangat menohok, masa orde lama yaitu Sok Hie Gie, penulis berbakat dan juga seorang aktivis, hanya sedikit beda jaman dengan Wiji Tukul.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline