Lihat ke Halaman Asli

Gus Dur Manusia yang Memuliakan Manusia

Diperbarui: 9 Agustus 2015   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini adalah Kutipan Sedikit Dari Gus Mus Ketika Memberikan Sambutan Pada 1000 Hari Gus Dur.

Setelah mengucap salam pembuka, juga salam hormat pada segenap hadirin yang di antaranya ada KH. Quraish Shihab, KH. Mahfudz MD, KH. Maftuh Basyuni, Akbar Tandjung dan banyak orang-orang penting lainnya; Gus Mus mengalawi ceramah dengan memuji Gus Dur ‘dia tak peduli dipandang jelek oleh orang, tapi yang terpenting dipandang baik oleh Allah.’

Gus Mus kemudian menuturkan, bahwa Gus Dur berulang-ulang memberi pesan: kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang kebetulan ada di Indonesia. Tak seperti Nurdin M. Top yang berani ngebom Indonesia. Dia bukan orang Indonesia. Jadi, kalau ada orang Indonesia mau merusak Indonesia, yo kebangeten.

Warga NU, kata Gus Mus, tak banyak yang mengenal paham-paham seperti yang diketahui Gus Dur. Nasionalis, Marxis, Komunis, dan -is -is lainnya. Jadi ketika warga NU ditanya kenapa cinta Indonesia, jawabnya sederhana: kami cinta Indonesia, karena ini tanah air kami, kami lahir di sini.

Ada banyak bentuk kecintaan. Gus Mus mengurutkan dari level terendah: (tak tercatat bahasa arabnya kecintaan yang tadi beliau ucap, maaf) 1. Kecintaan atas dasar Nahdliyah (mungkin maksudnya kelompok) 2. Islamiyah 3. Wathoniyah (negara) 4. Basyariyah (kemanusiaan)

Lalu apakah kita sudah mampu? Sedang intern kelompok saja masih sering beradu? Inilah bedanya kita dengan Gus Dur. Sebab kecintaan beliau sudah pada level “Basyariyah”.

Gus Mus sempat menyindir soal ‘sertifikasi ‘ulama’. Kata beliau: Andai Pak Quraish dapat wewenang untuk memberi predikat sertifikasi, tentu yang pertama disertifikasi adalah Gus Dur. Kalau baru tiga bulan mengaji lalu ketahuan produser tivi kemudian mendadak jadi ustadz atau kiai, ga perlu dapat sertifikasi.

Gus Mus menuturkan, Gus Dur menyerap banyak ilmu dari mana-mana. Kiai-kiai besar menjadi gurunya. Antara lain KH. Wahab Chasbullah (Tambak Beras), KH. Ali Ma’shum, Mbah Imam dan Mbah Zubair (Sarang), Kyai Chudlori (Tegalrejo). Dan ilmu yang dipelajari pun lengkap mulai nahwu, fiqih, ushul fiqih, falsafat hingga tasawuf.

Ustadz dan Kiai jaman kini,mungkin ngajinya baru sampai bab ghodhob (marah) sudah berhenti buat muncul di tivi. Padahal bab-bab berikutnya masih ada tawadhu, dan sebagainya. Jadi wajar kalau adanya sedikit-sedikit marah. Gus Mus membandingkan.

Mudah untuk menilai ustadz/kiai layak memperoleh sertifikasi atau tidak. Ciri-cirinya gampang, kalau dia kagetan berarti tak pantas. Kagetan yang bagaimana? Lady Gaga mau datang ke Indonesia, kaget terus ribut. Ada film nyeleneh dikit, kaget terus ribut lagi. (penuh sindiran Gus Mus ini...)

Gus Mus menyarankan hadirin, banyaklah belajar dari beliau. Sekarang sudah banyak buku beredar yang menulis tentang Gus Dur. Baik sebagai nasionalis, presiden, pluralis, kiai bahkan sebagai seorang Zahid (yang zuhud, lepas dunia)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline