Sewaktu saya kuliah, dosen saya bertanya "Apa bedanya mahasiswa keguruan dengan non-keguruan?".
Saat ini jawabannya hanya didapatkan persamaannya, keduanya boleh mengikuti PPG alias Pendidikan Profesi Guru. Tahun ini PPG menjadi syarat wajib bagi mereka yang ingin menjadi guru jalur PPPK bagi lulusan terbaru yang belum mengajar di sekolah. Aturan ini mungkin akan berubah-ubah beberapa tahun kedepan. "Apakah aturan yang berlaku tahun ini menimbulkan masalah?". Jawabannya hanya diperoleh dari fakta di lapangan yang menimbulkan serangkaian pertanyaan tentang permasalahan keguruan dan semrawutnya karir guru.
Masalah keguruan negeri ini memang seperti benang kusut yang perlu lama atau mungkin sulit untuk mengurainya dan meluruskannya kembali. Profesi guru saat ini bisa dikatakan merupakan profesi terbuka bagi siapa saja yang ingin masuk, dengan syarat mengikuti PPG (Pendidikan Profesi Guru). Siapa saja bisa ikut asal linear dengan jurusan yang pernah diambil sewaktu kuliah. Lulusan matematika murni dapat ikut PPG guru matematika, Fisika Murni boleh juga ikutan, dan semuanya bisa asalkan linear. Dengan demikian persaingan antara lulusan pendidikan dan non pendidikan semakin ramai dan sesak. Saya tidak tahu dan tidak mau tahu kenapa aturan ini ada. "Apakah untuk memenuhi kekurangan guru?", ini mustahil karena jutaan guru honorer belum tuntas. "Apakah ini untuk meningkatkan kualitas guru?", ini juga menyulut pertanyaan selanjutnya "Apakah kualitas lulusan pendidikan tidak berkualitas?"
Saya amati saat ini para dosen atau pejabat kampus seakan menerima aturan yang dibuat oleh pemerintah mengenai PPG yang bisa diikuti oleh siapapun. Baiklah kita katakan PPG penting untuk guru, katakan seperti dokter yang harus ikut pendidikan profesi dokter. Tapi yang bisa mengikuti pendidikan profesi dokter hanya lulusan kedokteran bukan lulusan lain. Pertanyaanya selanjutnya, "Mengapa profesi guru tidak seperti profesi dokter?". Jika merenungkan lagi pertanyaan tadi, "Jadi selama ini apa fungsinya jurusan pendidikan?", "Apa istimewanya jurusan pendidikan?".
Masalah berikutnya yang perlu diperhatikan adalah belum tuntasnya PPG daljab (dalam jabatan) bagi semua guru yang sudah mengajar di sekolah. Bayangkan semua guru menanti bahkan ada yang bertahun-tahun tidak menerima panggilan ini. Ini juga terjadi pada Saya (hehe). Yang lebih parah lagi selain gajih yang menghororkan bagi guru honorer swasta khususnya adalah kesulitan dalam mendapatkan SK GTY (Surat Keterangan Guru Tetap Yayasan) yang merupakan syarat untuk mendapatkan NUPTK, dan NUPTK ini merupakan syarat untuk menerima panggilan PPG daljab. Saya pernah mendapatkan cerita yang lebih mengenaskan lagi, teman saya guru honorer bahkan tidak masuk dapodik bertahun-tahun. Ini keterlaluan karena syarat pendataan guru honor adalah masuk dapodik. Belum lagi mereka yang bertahun-tahun dipersulit mendapatkan GTY.
Saat tulisan ini dibuat saya ingat betul teman saya seorang guru, dia lulus tahun 2021, dan sekarang lagi ngehonor jadi guru di sebuah sekolah swasta. Bayangkan dia tidak bisa ikut PPG prajab (Pra Jabatan) karena sudah masuk sistem dapodik. Padahal seharusnya dia jangan dulu masuk dapodik, umur masih muda pasti bisa ikut PPG prajabatan. Jika sudah masuk sistem dapodik saya pikir urusan malah jadi rumit, karena harus menunggu panggilan PPG daljab yang lama. Seperti yang telah saya sebutkan tadi syarat PPG daljab kadang dipersulit oleh pihak yayasan.
Bagi kalian yang mengambil jurusan keguruan "Selamat Berjuang". Profesi keguruan ini sangat melelahkan dan penuh kesabaran ekstra tinggi. Kalian perlu bertahan ditengah gempuran peraturan yang terus berubah-ubah, sedangkan dari pihak kampus tidak ada yang berani mengajukan protes pada peraturan segila ini. Mungkin juga Saya yang tidak tahu, mungkin ada beberapa yang menyuarakan namun suaranya masih minor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H